
Wartagereja.co.id – Brebes – Gereja-gereja di Klasis Pekalongan Barat menggelar kegiatan Belajar Bersama Teologia Sistematika dengan fokus kajian terhadap Pengakuan Iman Rasuli, khususnya butir ke-11 mengenai “kebangkitan daging”. Acara ini dilaksanakan pada Sabtu, 26 April 2025, di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Brebes, Jalan Yos Sudarso No. 22, dengan menghadirkan narasumber, Pdt. Sugeng Prihadi dari GKJ Slawi.
Kegiatan dibuka oleh Dkn. Hasta Handayani, anggota Bidang Pembinaan Warga Gereja (PWG) Klasis Pekalongan Barat. Selanjutnya dalam sambutannya, Bp. Agus Suratno, mewakili Majelis GKJ Brebes sebagai tuan rumah, menyampaikan perenungan jemaat terhadap penggunaan istilah “kebangkitan daging” yang dianggap kurang sesuai dipahami oleh umat di masa kini. Perenungan tersebut sebelumnya telah dibawa dalam Materi Sidang Klasis Pekalongan Barat dan menjadi keputusan lahirnya artikel 8 dalam Akta XXI GKJ yang menetapkan perlunya studi bersama terkait istilah tersebut.
Kegiatan yang dilakukan merupakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai tindak lanjut dari keputusan Sidang yang mengusulkan peninjauan istilah “kebangkitan daging” menjadi “kebangkitan orang mati”. Topik ini menjadi penting karena menyentuh pokok-pokok keimanan Kristen dan menuntut penjelasan mendalam agar tidak terjadi konotasi yang negatif dalam pengajaran gereja.
Peserta terdiri dari utusan gereja-gereja se-Klasis Pekalongan Barat, yakni GKJ Brebes, GKJ Mejasem, GKJ Moga, GKJ Pemalang, GKJ Slawi, dan GKJ Tegal, serta dihadiri oleh Badan Pelaksana Klasis (Bapelklas) dan calon pendeta GKJ Brebes dan GKJ Slawi. Penyelenggara adalah Bidang PWG Klasis Pekalongan Barat.
Frasa “kebangkitan daging” dalam Pengakuan Iman Rasuli sering kali menimbulkan kesalahpahaman di kalangan umat. Dalam pemaparan teologisnya, Pdt. Sugeng menyampaikan bahwa istilah resurrectio carnis dalam bahasa Latin memang menunjuk pada tubuh fisik manusia, namun bagi jemaat modern istilah ini dapat terdengar biologis dan membingungkan. Alternatif “kebangkitan orang mati”, sebagaimana digunakan dalam beberapa gereja lain, lebih netral dan merujuk langsung pada istilah Alkitabiah anastasis nekrōn.
Namun demikian, ia menekankan bahwa perubahan istilah harus disertai pemahaman teologis yang benar. “Kebangkitan bukanlah sekadar roh yang hidup kembali, tetapi seluruh pribadi manusia, jiwa dan tubuh, yang dipulihkan oleh kuasa Allah,” tegasnya sambil mengutip Karl Barth, “Keselamatan tidak hanya spiritual, tetapi menyentuh seluruh keberadaan manusia.”
Pdt. Sugeng juga mengutip Tertullianus, Bapa Gereja awal, yang menyatakan, Caro salutis est cardo – Daging adalah poros keselamatan, menunjukkan bahwa tubuh manusia bukan hal yang hina dalam iman Kristen, melainkan bagian dari keselamatan yang dijanjikan dalam Kristus.

Diskusi yang dimoderatori oleh Pdt. Agus Yusak berlangsung dalam suasana dialogis dan reflektif. Peserta diajak memahami dasar-dasar historis, linguistik, dan teologis dari istilah “kebangkitan daging” serta “kebangkitan orang mati”. Narasumber menguraikan bagaimana frasa tersebut berkembang dalam sejarah gereja, serta implikasinya bagi pengajaran iman saat ini.
Peserta menyepakati pentingnya kajian teologis dikaji semakin mendalam. Bidang PWG ditugaskan untuk merumuskan hasil diskusi dan melaporkannya ke Sidang Klasis XXII sebagai bagian dari keputusan bersama gereja-gereja di wilayah tersebut.
Kegiatan ditutup dengan sambutan dan doa penutup oleh Pdt. Kristianto Himawan, selaku Ketua Bapelklas Pekalongan Barat, yang menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif seluruh peserta. (sugeng ph)