
Wartagereja.co.id – Salatiga, 4 Mei 2025 – Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, bersama Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) selaku badan pengelola, tengah menghadapi serangkaian isu kompleks yang mencakup sengketa hukum, dugaan pelanggaran etika, hingga potensi tindak pidana. Berbagai kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai tata kelola dan transparansi di salah satu universitas swasta terkemuka di Indonesia tersebut.
Salah satu isu utama adalah gugatan hukum terkait proses pemilihan Rektor UKSW periode 2022-2027 yang diajukan oleh dua alumni, Indra Budiman SH MH dan David Samuel Grabrial Pella SH. Mereka menuding adanya cacat prosedural dalam pemilihan Prof. Intiyas Utami sebagai Rektor, termasuk dugaan manipulasi daftar calon dan persyaratan dukungan yang tidak sesuai. Kasus bernomor 85/Pdt.G/2022/PN.Slt ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Salatiga, disertai laporan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Jawa Tengah.
Selain sengketa pemilihan rektor, isu historis terkait pemberhentian kontroversial sosiolog Arief Budiman pada tahun 1994 kembali mengemuka, meskipun YPTKSW telah menyampaikan permintaan maaf resmi pada tahun 2015. Kasus ini menyoroti ketegangan laten antara kebebasan akademik dan otoritas yayasan.
Persoalan lain yang muncul adalah dugaan adanya moral hazard atau potensi penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi di dalam tubuh YPTKSW, yang berpotensi membebani institusi. Hal ini diperkuat dengan adanya dokumen analisis internal mengenai isu tersebut.
Lebih serius lagi, terdapat dugaan tindak pidana yang melibatkan oknum Pembina YPTKSW. Dokumen analisis internal secara spesifik membahas potensi mens rea atau niat jahat para terduga, mengindikasikan keseriusan tuduhan yang melampaui sekadar pelanggaran administratif.
Di tengah isu-isu tersebut, muncul pula kasus “Tali Asih” YPTKSW yang telah dilaporkan ke kepolisian pada Januari 2025. “Tali Asih”, yang umumnya bermakna positif sebagai tanda kasih atau bantuan, kini menjadi subjek laporan polisi, menimbulkan dugaan adanya penyelewengan dana atau penyimpangan finansial.
Rangkaian peristiwa ini juga menyoroti relevansi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, khususnya terkait larangan yayasan terlibat bisnis langsung, pengaturan kompensasi organ yayasan, transparansi keuangan, serta pencegahan konflik kepentingan. Kepatuhan YPTKSW terhadap regulasi ini menjadi krusial.

Situasi internal kampus juga bergejolak. Pada Mei 2025, mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum UKSW menggelar demonstrasi menolak Penggantian mendadak Dekan, Wakil Dekan, dan para pejabat struktural lain oleh Rektor. Para demonstran menuding Rektorat bertindak sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan, serta menuntut pengembalian pejabat yang diberhentikan.
Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (FH UKSW) Salatiga menggelar aksi demonstrasi pada Jumat (2/5/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan Rektorat yang memberhentikan Dekan FH UKSW beserta jajarannya secara mendadak dan mengangkat pejabat baru, efektif per 1 Mei 2025.
Demonstrasi dimulai dari area kampus FH UKSW dan dilanjutkan dengan longmarch sejauh sekitar satu kilometer menuju kantor Rektorat di Kampus UKSW Kartini. Para peserta aksi yang kompak mengenakan pakaian hitam menyuarakan aspirasi melalui orasi dan menempelkan selebaran berisi ketidakpuasan mereka.
Koordinator aksi, Rezky Passiuola, menyatakan bahwa demonstrasi dipicu oleh tindakan yang dianggap sebagai kesewenang-wenangan pimpinan universitas. Ia merujuk pada Surat Rektor UKSW No. 140/Rek./04/2025 yang diterima melalui email tepat pada 1 Mei 2025 pukul 00.00 WIB. Surat tersebut menyampaikan serangkaian Keputusan Rektor (SK) tertanggal 30 April 2025 mengenai pemberhentian dan pengangkatan pejabat di lingkungan FH.
“Kami selama ini sudah diam melihat polah pimpinan universitas, namun dengan adanya pergantian dekan dan jajaran, mahasiswa FH satu suara menyatakan menolak,” ungkap Rezky. “Penggantian itu tidak mencerminkan nilai-nilai Satya Wacana yang mengedepankan keadilan dan moralitas,” tegasnya, menyoroti keputusan yang berlaku seketika pada hari libur (Hari Buruh Internasional).

Menurut Bekti Wiratmaka, SH., Alumni FH UKSW dituturkan bahwa berbagai kasus hukum, termasuk putusan Perkara Pengadilan Negeri (PN) Nomor 113 antara pihak HAS melawan YPTKSW dan kasus historis Arief Budiman yang dimenangkan di PTUN, menunjukkan adanya pola tantangan hukum yang dihadapi UKSW dan YPTKSW.
Bekti Menegaskan,”Rentetan kasus ini menuntut adanya evaluasi mendalam terhadap tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas di lingkungan UKSW dan YPTKSW untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan keberlangsungan institusi pendidikan yang dikenal sebagai “Indonesia Mini” ini.” Pungkasnya. (DH.L./Red.***)