
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Abstrak
Mas Dharma EL.
Artikel ini membahas frasa “duduk di sebelah kanan Bapa” dalam Pengakuan Iman Rasuli Kristen, sebuah pernyataan iman yang fundamental. Frasa ini sering menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Yesus dapat menjadi Anak Allah sekaligus Allah sendiri, namun menempati “posisi” yang tampaknya subordinat. Artikel ini menjelaskan bahwa “tangan kanan” adalah simbol kuno untuk kekuasaan, otoritas, dan kehormatan, bukan lokasi fisik, karena Allah adalah Roh. “Duduknya” Kristus menandakan puncak karya penebusan-Nya, penobatan-Nya sebagai Raja yang berdaulat atas segala sesuatu, dan penggenapan nubuat Perjanjian Lama.
Lebih lanjut, artikel ini menguraikan signifikansi multidimensi dari posisi ini, termasuk penyelesaian karya penebusan Kristus, pemerintahan dan otoritas-Nya saat ini, pelayanan syafaat-Nya yang berkelanjutan, dan peran kenabian-Nya dalam membimbing umat melalui Roh Kudus. Dalam konteks doktrin Tritunggal, frasa ini mendamaikan keilahian dan kemanusiaan Yesus (persatuan hipostatik), menegaskan kesetaraan-Nya dengan Bapa dalam esensi ilahi sambil menyoroti perbedaan pribadi dan pemuliaan sifat manusiawi-Nya. Akhirnya, posisi ini memberikan implikasi praktis bagi orang percaya, menjadi dasar pengharapan, jaminan keselamatan, dan panggilan untuk kesetiaan serta ketaatan kepada pemerintahan Kristus yang berdaulat.

Wartagereja.co.id – Jakarta, Ketika membahas tentang peristiwa kenaikan Yesus ke surga, muncul beberapa pertanyaan terkait konsep Trinitas:
Dalam pengakuan iman, kita mengatakan Yesus naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa. Mengingat Yesus juga diyakini sebagai Tuhan, mengapa Ia digambarkan “duduk” di sisi Bapa? Apakah ini mengimplikasikan posisi yang lebih rendah atau berbeda?
Bagaimana kita menjelaskan bahwa Yesus adalah Anak Allah, sekaligus juga Tuhan, bahkan terkadang diidentifikasikan dengan Bapa? Apakah Yesus dan Bapa adalah sosok yang sama atau berbeda?
Siapakah Allah Bapa dalam konsep Trinitas? Apa peran dan kedudukan-Nya?
Dalam Kerajaan Surga, bagaimana hubungan dan kedudukan antara Yesus dan Bapa? Apakah ada hierarki atau kesetaraan di antara keduanya?
Beberapa jemaat Kristen juga bertanya mengenai pemahaman Trinitas terkait dengan kenaikan Yesus ke surge yang kurang lebih intinya sama dengan diatas yaitu :
- Bagaimana mungkin Yesus, yang adalah Tuhan, dikatakan duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa? Apakah ini berarti Yesus lebih rendah dari Bapa?
- Jika Yesus adalah Anak Allah dan juga Tuhan, siapakah Yesus sebenarnya dalam hubungannya dengan Bapa? Apakah keduanya adalah pribadi yang berbeda?
- Siapakah Bapa dalam konteks Trinitas dan Kerajaan Surga?
- Bagaimana kedudukan atau peran Yesus dan Bapa dalam Kerajaan Surga dapat kita pahami dalam terang konsep Trinitas?
Pertanyaan diatas dapat saya sarikan intinya adalah bagaimana Yesus dapat menjadi Anak Allah sekaligus Allah sendiri, namun tetap menempati “posisi” yang tampaknya subordinat di “sebelah kanan” Bapa. Pertanyaan ini menyentuh inti teologi Trinitas dan Kristologi, menuntut penjelasan eksegetis dan sistematis yang cermat.
Pengakuan Iman Rasuli, sebuah pernyataan fundamental iman Kristen, mencakup frasa penting, “Ia naik ke surga, dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa”.1 Frasa ini merangkum realitas teologis yang mendalam mengenai status dan karya Yesus Kristus setelah kebangkitan-Nya. Inklusinya dalam pengakuan iman yang begitu awal dan diterima secara luas menggarisbawahi pentingnya yang sentral bagi doktrin Kristen.
Melalui tulisan ini, Saya akan menguraikan makna simbolis dan teologis dari “duduk di sebelah kanan Bapa,” mengeksplorasi akar historisnya, signifikansi multidimensi, dan integrasi krusialnya dalam doktrin Tritunggal.
Pada akhirnya, artikel ini akan menjelaskan paradoks yang tampak untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam, menunjukkan bahwa frasa ini, jauh dari menyiratkan subordinasi, justru secara kuat menegaskan kesetaraan Kristus dan pemerintahan-Nya yang berdaulat.
I. Makna Simbolis “Tangan Kanan Allah”
Dalam budaya Timur Dekat kuno dan Yahudi, “tangan kanan” bukan sekadar arah fisik, melainkan simbol kuat yang secara konsisten dikaitkan dengan kekuatan, otoritas, kehormatan, dan perkenanan.6 Pemahaman budaya ini tertanam dalam teks-teks alkitabiah. Sebagai contoh, Keluaran 15:6 menggambarkan tangan kanan Allah sebagai yang agung dalam kekuasaan, menghancurkan musuh, menggarisbawahi kekuatan dan perlindungan ilahi.7 Dalam konteks kerajaan manusia, duduk di tangan kanan raja menunjukkan posisi kehormatan dan hak istimewa, seringkali diperuntukkan bagi individu yang paling dipercaya dan dihormati, seperti yang dicontohkan oleh Batsyeba yang duduk di tangan kanan Raja Salomo (1 Raja-raja 2:19).6 Simbolisme budaya dan alkitabiah yang mapan ini secara langsung menginformasikan interpretasi teologis tentang posisi Kristus yang ditinggikan.
Penting untuk dipahami bahwa “tangan kanan” adalah bahasa simbolis ketika diterapkan pada Allah Bapa. Allah adalah Roh dan tidak memiliki tubuh fisik atau menempati lokasi fisik.1 Oleh karena itu, “duduk di sebelah kanan Bapa” tidak menyiratkan kursi literal di samping Allah yang berwujud. Sebaliknya, ini merujuk pada “kemuliaan dan kehormatan Keilahian,” “kebahagiaan Bapa,” dan “kekuasaan yudikatif”.8 Citra ini menunjuk pada realitas yang lebih besar dan tak terlihat dari otoritas dan kehormatan tertinggi Kristus.9 Interpretasi teologis Katolik, misalnya, menjelaskan bahwa “tangan kanan” ini bukanlah tempat, karena Allah melampaui semua tempat, melainkan menandakan “kemuliaan dan kehormatan Keilahian”.8
Penggunaan metafora “tangan kanan” untuk menggambarkan Allah yang tak berwujud dan Kristus yang ditinggikan berfungsi sebagai jembatan antara realitas ilahi yang abstrak dan pemahaman manusia. Teks-teks suci secara konsisten menggunakan istilah “tangan kanan” untuk melambangkan kekuatan, otoritas, dan kehormatan.6 Pada saat yang sama, secara eksplisit dinyatakan bahwa Allah adalah Roh dan tidak memiliki tubuh fisik atau lokasi.1
Ketegangan yang disengaja ini antara bahasa antropomorfik dan sifat Allah yang tak berwujud mendorong pemahaman teologis yang lebih dalam. Metafora tersebut memungkinkan bahasa manusia untuk menggambarkan tindakan dan hubungan ilahi—kekuatan aktif Allah, perkenanan-Nya, pemerintahan-Nya yang dibagi dengan Kristus—tanpa memiliteralisasi keberadaan Allah atau membatasi-Nya pada ruang. Ini menjembatani kesenjangan antara transendensi Allah (keberadaan-Nya yang lain, melampaui pemahaman manusia dan batasan fisik) dan imanensi-Nya (kehadiran aktif dan keterlibatan-Nya dalam penciptaan dan penebusan).
Dengan demikian, bahasa Pengakuan Iman, meskipun menggunakan citra antropomorfik, melayani fungsi pedagogis dan teologis yang krusial. Ini menerjemahkan atribut ilahi yang abstrak (kemahakuasaan, kedaulatan, kebahagiaan) ke dalam istilah manusia yang dapat dipahami, membuat kekuatan Allah dan status Kristus yang ditinggikan dapat dihubungkan. Dengan segera menolak interpretasi literal, ini mendorong orang percaya menuju pemahaman simbolis yang lebih dalam tentang realitas ilahi yang melampaui kategori manusia. Penggunaan metafora yang disengaja ini mencegah pandangan reduksionis tentang Allah dan mendorong penghormatan terhadap sifat-Nya yang tak terlukiskan, sementara tetap mengkomunikasikan kebenaran yang mendalam tentang karakter-Nya dan peran Kristus.
II. Eksaltasi Kristus dan “Sesi” (Duduk) di Sebelah Kanan Bapa
“Sesi” (duduk) Kristus adalah langkah puncak dalam karya penebusan-Nya, menyusul kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya.1 Salib dan kebangkitan berdiri bersama sebagai peristiwa sentral sejarah manusia, menunjukkan kuasa Bapa dan perkenanan-Nya dalam ketaatan sempurna Anak.10 Kenaikan menandakan penyelesaian karya duniawi Kristus dan kembalinya Dia yang penuh kemenangan kepada Bapa.10 Sesi kemudian adalah asumsi-Nya atas tempat kehormatan dan otoritas-Nya yang sah, menandai masuknya Dia ke dalam kerajaan-Nya.3
Duduknya Kristus di sebelah kanan Bapa adalah penobatan-Nya, menandakan dominasi-Nya yang mutlak dan universal atas segala sesuatu.1 Posisi ini menandakan bahwa Yesus adalah Tuhan.1
Yohanes Calvin, seorang teolog Reformed kunci, menjelaskan bahwa Kristus “diinvestasikan dengan kekuasaan atas surga dan bumi, dan secara resmi memasuki kepemilikan pemerintahan yang dipercayakan kepada-Nya”.3 Ini bukan hanya harapan masa depan tetapi realitas saat ini; Yesus menikmati pemerintahan mesianik-Nya sekarang.3 Semua musuh secara progresif diletakkan di bawah kaki-Nya saat Injil-Nya diberitakan dan kerajaan-Nya meluas.3
Posisi ini menggenapi banyak nubuat Perjanjian Lama, menunjukkan rencana Allah yang konsisten sepanjang sejarah. Mazmur 110:1 sering dikutip dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan eksaltasi dan otoritas Mesias: “TUHAN berfirman kepada Tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kujadikan tumpuan kaki-Mu'”.4 Daniel 7:13-14 juga menubuatkan “seorang seperti anak manusia, datang dengan awan-awan di langit” yang akan menerima “kekuasaan, kemuliaan, dan kedaulatan; semua bangsa, suku, dan bahasa akan menyembah Dia. Kekuasaan-Nya adalah kekuasaan yang kekal yang tidak akan berlalu, dan kerajaan-Nya adalah kerajaan yang tidak akan pernah dihancurkan”.1 Nubuat-nubuat ini menegaskan bahwa sesi Yesus adalah peristiwa yang ditetapkan secara ilahi dan dinubuatkan, integral dengan terungkapnya rencana penebusan Allah.
Teks-teks suci menyajikan realitas ganda mengenai pemerintahan Kristus. Di satu sisi, pemerintahan-Nya secara eksplisit dinyatakan sebagai saat ini (“Ia menikmatinya sekarang,” 3; “Kristus memerintah atas ciptaan bahkan sekarang—tetapi melalui pemerintahan yang tersembunyi,” 10).
Di sisi lain, Mazmur 110:1, nubuat fundamental untuk sesi, berbicara tentang musuh-musuh yang dijadikan tumpuan kaki sampai pada titik tertentu.11 Kata “sampai” ini menyiratkan proses penaklukan yang berkelanjutan, bukan kemenangan yang sepenuhnya terwujud dan terlihat. Ketegangan yang melekat antara penobatan yang telah selesai (Kristus telah duduk, pekerjaan-Nya selesai) dan penaklukan musuh yang sedang berlangsung dan di masa depan (mereka sedang dijadikan tumpuan kaki-Nya) adalah aspek inti eskatologi Kristen, yang dikenal sebagai dinamika “sudah-belum” dari kerajaan Allah.
Pemahaman ini memberikan kerangka teologis yang krusial bagi pengalaman Kristen dalam hidup di dunia yang jatuh sambil melayani Raja yang memerintah. Ini menjelaskan mengapa orang Kristen terus menghadapi kesulitan, penderitaan, dan kekacauan sosial meskipun kedaulatan Kristus telah dinyatakan.10 Ini menumbuhkan kesabaran dan ketekunan, karena orang percaya dipanggil untuk hidup dengan iman, menantikan manifestasi penuh dan terlihat dari kerajaan Kristus dan penaklukan total musuh-musuh-Nya.10
Lebih lanjut, ini menekankan misi Gereja yang berkelanjutan dalam memperluas kerajaan yang tersembunyi ini melalui pemberitaan Injil 3, karena penyebaran Injil adalah sarana di mana musuh-musuh Kristus diletakkan di bawah kaki-Nya.
Untuk memberikan dasar alkitabiah yang kuat, berikut adalah tabel ayat-ayat kunci yang mendukung doktrin “Sesi” Kristus:
Tabel 1: Ayat-ayat Kunci Alkitab tentang “Sesi” Kristus dan Signifikansinya
Ayat Alkitab | Signifikansi terhadap “Sesi” Kristus |
Mazmur 110:1 | Nubuat tentang pemerintahan Mesias dan penobatan kekuasaan universal 4 |
Daniel 7:13-14 | Nubuat tentang penerimaan otoritas, kemuliaan, dan kekuasaan berdaulat yang kekal 1 |
Kisah Para Rasul 2:33 | Pemberian Roh Kudus setelah eksaltasi dan posisi di tangan kanan Allah 1 |
Roma 8:34 | Pelayanan syafaat berkelanjutan sebagai Imam Besar di tangan kanan Allah 1 |
Efesus 1:20-21 | Otoritas mutlak atas segala kuasa dan pemerintahan, ditinggikan di tangan kanan Allah 1 |
Ibrani 8:1 | Kristus sebagai Imam Besar Agung yang duduk di tangan kanan takhta Yang Mahabesar di surga 1 |
Ibrani 10:12 | Penyelesaian karya penebusan yang sempurna, duduk setelah mempersembahkan satu korban untuk dosa selamanya 1 |
1 Petrus 3:22 | Otoritas atas malaikat, otoritas, dan kuasa, setelah naik ke surga dan berada di tangan kanan Allah 1 |
Matius 28:18 | Perintah Agung yang didasarkan pada otoritas Kristus yang telah diberikan di surga dan di bumi 1 |
III. Signifikansi Multidimensi dari “Duduk di Sebelah Kanan Bapa”
Frasa “duduk di sebelah kanan Bapa” memiliki signifikansi teologis yang kaya dan berlapis. Untuk memahami kedalamannya, mari kita telaah berbagai aspek yang diwakilinya:
Tabel 2: Aspek-aspek “Sesi” Kristus
Aspek Signifikansi | Penjelasan Singkat | Ayat Alkitab Pendukung Utama |
Penyelesaian Karya Penebusan | Menandakan pengorbanan Kristus yang sempurna dan selesai, tidak perlu lagi pengorbanan 1 | Ibrani 10:12 1 |
Pemerintahan dan Otoritas Saat Ini | Kristus memerintah sebagai Raja atas seluruh ciptaan dan memiliki otoritas universal 1 | Efesus 1:20-21 1 |
Pelayanan Syafaat yang Berkelanjutan | Kristus bersyafaat secara terus-menerus bagi orang percaya sebagai Imam Besar mereka 1 | Roma 8:34 1 |
Peran Kenabian dan Pengajaran | Kristus terus membimbing dan mengajar umat-Nya melalui Roh Kudus 1 | Kisah Para Rasul 2:33 1 |
A. Penyelesaian Karya Penebusan
Tindakan “duduk” adalah indikator kuat dari pekerjaan yang telah selesai.1 Dalam tradisi keimaman kuno, para imam berdiri saat melakukan tugas mereka karena pekerjaan pengorbanan mereka tidak pernah benar-benar selesai.11 Berbeda dengan itu, Yesus, sebagai Imam Besar yang sempurna dan kekal, duduk setelah mempersembahkan “satu korban untuk dosa selamanya” (Ibrani 10:12).1 Ini menandakan bahwa keselamatan telah selesai, sepenuhnya tercapai, dan efektif secara kekal.1 Karya penebusan yang telah selesai ini adalah dasar di mana keyakinan dan jaminan keselamatan Kristen dibangun.11 Ini memberikan kepastian bahwa tidak ada lagi yang perlu ditambahkan atau dilakukan untuk penebusan dosa umat manusia.
B. Pemerintahan dan Otoritas Saat Ini
Sesi Kristus menandakan posisi otoritas dan kehormatan-Nya yang tak tertandingi.4 Dia “jauh di atas segala pemerintahan dan kekuasaan dan kekuatan dan dominasi, dan di atas setiap nama yang disebut” (Efesus 1:21).1 Ini termasuk supremasi-Nya atas segala sesuatu—materi dan non-materi, baik dan jahat, bahkan alam iblis.1 Sebagai “Raja segala raja dan Tuan segala tuan,” Dia adalah penguasa tertinggi, dan raja-raja di bumi memerintah hanya dengan izin kedaulatan-Nya.3 Pemerintahan yang sekarang ini, meskipun sering tersembunyi dari pandangan dunia, adalah kebenaran fundamental bagi orang percaya, memberikan kerangka kerja untuk memahami sejarah dan tempat mereka di dalamnya.3 Ini berarti bahwa bahkan dalam menghadapi kekacauan dunia, orang percaya dapat memiliki keyakinan bahwa Kristus memegang kendali penuh.
C. Pelayanan Syafaat yang Berkelanjutan
Dari posisi-Nya yang duduk, Yesus melanjutkan pekerjaan keimaman-Nya dengan bersyafaat bagi orang percaya.1 Roma 8:34 menyatakan, “Kristus Yesuslah yang telah mati, bahkan lebih lagi, yang telah dibangkitkan, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang juga bersyafaat bagi kita”.1 Dia bertindak sebagai “Imam Besar” dan “Pengantara” kita, menjembatani kesenjangan antara kesempurnaan/kekudusan Allah dan keberdosaan manusia (Ibrani 8:1, 4:14-16).1 Syafaat yang berkelanjutan ini memberikan jaminan dan keyakinan yang luar biasa dalam doa bagi orang percaya.11 Ini menegaskan bahwa orang percaya memiliki seorang pembela yang aktif di hadapan Allah.
D. Peran Kenabian dan Pengajaran
Duduk di samping Bapa, Yesus terus mengajar dan menginstruksikan orang percaya melalui Roh Kudus-Nya.1 Kisah Para Rasul 2:33 menyoroti bahwa setelah ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima janji Roh Kudus dari Bapa, Yesus “telah mencurahkan ini, yang sekarang kamu lihat dan dengar”.1 Kedatangan Roh Kudus pada Pentakosta, sepuluh hari setelah kenaikan Kristus, memberdayakan orang percaya dan terus mengungkapkan Allah Tritunggal, memberikan bimbingan dan hikmat.2 Karunia Roh ini memungkinkan keintiman dengan Allah yang sebelumnya hanya menjadi ciri para nabi Perjanjian Lama.5
Keterkaitan antara eksaltasi Kristus dan pelayanan Roh Kudus sangat mendalam. Banyak teks secara eksplisit menghubungkan sesi Kristus di tangan kanan Bapa dengan pencurahan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:33).1 Kenaikan dan sesi tidak hanya disajikan sebagai peristiwa independen, tetapi sebagai prasyarat bagi pelayanan Roh yang penuh pasca-Pentakosta kepada Gereja. Ini membangun hubungan sebab-akibat yang jelas: penyelesaian yang berhasil atas karya penebusan Kristus dan eksaltasi serta penobatan-Nya selanjutnya memungkinkan kehadiran Roh yang memberdayakan dan berdiam dalam diri orang percaya. Bapa, Anak, dan Roh Kudus ditunjukkan bekerja sama agar manusia dapat mengenal Allah.15
Pemahaman ini secara mendalam menekankan sifat Trinitas dari keselamatan dan kehidupan Kristen yang berkelanjutan. Ini menjelaskan bahwa penebusan bukan hanya karya Kristus bagi kita, tetapi juga karya Roh di dalam kita, yang dimungkinkan dan diaktualisasikan oleh posisi otoritas Kristus dan tindakan-Nya mengutus Roh.
Hal ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang “keintiman dengan Allah” yang dialami oleh orang percaya Perjanjian Baru 5 dan pemberdayaan untuk Amanat Agung.2 Ini menunjukkan koordinasi yang mulus dan tujuan yang bersatu dalam Tritunggal untuk penebusan, pengudusan, dan pemberdayaan umat manusia, menyoroti bahwa kehadiran Roh adalah manfaat langsung dari eksaltasi Kristus.
IV. Mendamaikan “Anak Allah” dan “Allah Sendiri” dengan “Duduk di Sebelah Kanan Bapa”: Konteks Tritunggal
A. Doktrin Tritunggal
Doktrin Kristen tentang Tritunggal mendefinisikan Allah sebagai satu Allah yang ada dalam tiga pribadi ilahi yang kekal bersama, sehakikat (dari substansi/esensi yang sama), dan berbeda: Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus), dan Allah Roh Kudus.9 Konsili Lateran Keempat menyatakan bahwa Bapa memperanakkan, Anak diperanakkan, dan Roh Kudus berasal.19 Ketiga pribadi ini berbagi satu esensi/sifat (mendefinisikan apa Allah itu) tetapi adalah pribadi yang berbeda (mendefinisikan siapa Allah itu), mengekspresikan baik perbedaan maupun kesatuan mereka yang tak terpisahkan.19 Yang terpenting, semua tindakan Tritunggal dilakukan dalam kesatuan dengan satu kehendak, menunjukkan operasi mereka yang tak terpisahkan.19
B. Persatuan Hipostatik
Yesus Kristus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, memiliki dua sifat yang lengkap dan berbeda (ilahi dan manusia) yang bersatu dalam satu pribadi individu (hipostasis).21 Persatuan ini “tanpa kebingungan, tanpa perubahan, tanpa pembagian, dan tanpa pemisahan,” sebagaimana ditegaskan oleh Pengakuan Iman Kalsedon.23 Sebagaimana dinyatakan oleh Pengakuan Iman Athanasius, Dia “setara dengan Bapa dalam hal keilahian, kurang dari Bapa dalam hal kemanusiaan”.21 Doktrin “persatuan hipostatik” ini dikembangkan untuk mendamaikan penggambaran alkitabiah Yesus sebagai manusia (dengan keterbatasan, misalnya, ketidaktahuan akan waktu kedatangan-Nya18) dengan klaim keilahian-Nya.18 Ini adalah elemen utama dari dogma Tritunggal, memastikan bahwa Kristus adalah pengantara yang sempurna, mampu mewakili Allah dan umat manusia.13
C. “Duduk di Sebelah Kanan Bapa” sebagai Ekspresi Tritunggal
Posisi Yesus di sebelah kanan Bapa menandakan otoritas ilahi-Nya yang dibagi dan kesetaraan-Nya dalam Keilahian yang bersatu.15 Ini bukan subordinasi dalam esensi, melainkan perbedaan dalam pribadi dan urutan asal.8 Pengakuan Iman Nicea menekankan bahwa Anak “dari keberadaan yang sama, atau esensi, atau materi Allah yang sama, ke-Allah-an, Anak dengan Bapa”.12 Interpretasi Katolik menjelaskan bahwa preposisi “di” menyiratkan perbedaan pribadi dan urutan asal, bukan tingkat sifat atau martabat, karena tidak ada hal seperti itu dalam Pribadi Ilahi.8
Meskipun Tritunggal imanen berfokus pada siapa Allah itu (satu keberadaan, tiga pribadi yang ada secara kekal), Tritunggal ekonomis berfokus pada apa yang Allah lakukan dalam kaitannya dengan penciptaan dan keselamatan.19 Sesi Kristus menyoroti peran spesifik-Nya dalam ekonomi keselamatan: sebagai Anak yang berinkarnasi, Dia menyelesaikan penebusan, naik, dan sekarang memerintah serta bersyafaat.1 Ini menunjukkan operasi yang bersatu dari ketiga pribadi, di mana segala sesuatu berasal “dari Bapa,” “melalui Anak,” dan “dalam Roh Kudus”.19 Kehendak Anak tidak dapat berbeda dari kehendak Bapa karena itu adalah kehendak Bapa; mereka hanya memiliki satu kehendak karena mereka hanya memiliki satu keberadaan.19
Kenaikan dan sesi mewakili pemuliaan sifat manusiawi Kristus.13 Yesus kembali ke surga “dengan tubuh yang sama yang lahir dari perawan, disalibkan, dibangkitkan, dan dimuliakan ini”.13 Ini berarti “kita memiliki seorang manusia dalam Keilahian hari ini”.13 Pemuliaan kemanusiaan dalam Kristus ini memulihkan manusia ke dalam persekutuan dengan Allah, “partisipasi dalam keilahian, yang disebut theosis (yang secara harfiah berarti deifikasi atau divinisasi) dalam teologi Ortodoks”.17 Ini adalah ekspresi tertinggi dari karya penebusan Allah, mengangkat sifat manusia ke posisi kehormatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pemahaman bahwa “duduk” juga merupakan penegasan kemanusiaan Kristus yang sepenuhnya dalam kemuliaan adalah hal yang sangat penting. Pertanyaan mengapa Yesus, sebagai Allah, akan memiliki “posisi” seperti itu, melampaui sekadar otoritas ilahi-Nya dan masuk ke dalam pemuliaan sifat manusia-Nya. Teks-teks suci berulang kali menekankan bahwa Yesus naik dan duduk berinkarnasi 15, dengan “Tubuh-Nya yang dimuliakan” 24, dan bahwa “kita memiliki seorang manusia dalam Keilahian hari ini”.13 Ini bukan hanya tentang esensi ilahi-Nya, yang secara kekal berada di tangan kanan Bapa, tetapi secara spesifik tentang kemanusiaan-Nya yang diangkat ke posisi kehormatan dan otoritas tertinggi ini. Perspektif Ortodoks menyoroti ini sebagai “pemuliaan sifat manusia, penyatuan kembali manusia dengan Allah,” dan “penetrasi manusia ke dalam kedalaman keilahian yang tak habis-habisnya”.17
Pemahaman ini sangat penting untuk memahami harapan Kristen akan pemuliaan dan takdir akhir kemanusiaan yang ditebus. Jika kemanusiaan Kristus dimuliakan dan duduk di tangan kanan Allah, itu menyiratkan takdir yang mendalam bagi orang percaya untuk berbagi dalam kemuliaan itu melalui persatuan mereka dengan Dia.8 Ini mengubah konsep dari hak prerogatif ilahi murni menjadi demonstrasi rencana penebusan Allah bagi umat manusia, menunjukkan potensi tertinggi sifat manusia ketika bersatu sempurna dengan ilahi. Ini juga menguatkan peran Yesus yang unik dan tak tergantikan sebagai pengantara yang sempurna, sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, selamanya menjembatani kesenjangan antara Allah dan umat manusia.13
Berikut adalah tabel yang menguraikan peran masing-masing Pribadi Tritunggal dalam kaitannya dengan “Sesi” Kristus:
Tabel 3: Pribadi-pribadi Tritunggal dan Hubungannya dengan “Sesi” Kristus
Pribadi Tritunggal | Peran/Hubungan dengan “Sesi” Kristus | Sifat/Esensi |
Bapa | Yang menobatkan Anak, sumber otoritas, menerima Anak kembali ke kemuliaan-Nya 1 | Berbagi esensi ilahi yang sama dengan Anak dan Roh Kudus; setara, sehakikat, dan memiliki satu kehendak 19 |
Anak/Yesus Kristus | Yang ditobatkan, memerintah bersama Bapa, bersyafaat bagi umat-Nya, mengutus Roh Kudus 1 | Memiliki dua sifat (ilahi dan manusia) yang bersatu dalam satu pribadi (persatuan hipostatik); setara dengan Bapa dalam keilahian, tetapi kurang dalam kemanusiaan (Athanasian Creed) 21 |
Roh Kudus | Yang diutus oleh Anak dari Bapa, melanjutkan karya Kristus di bumi, memberikan kuasa dan bimbingan kepada orang percaya 1 | Berbagi esensi ilahi yang sama dengan Bapa dan Anak; setara, sehakikat, dan memiliki satu kehendak 19 |
D. Menjawab Paradoks yang Tampak
Paradoks yang tampak mengenai Yesus, sebagai Allah, “duduk di sebelah kanan” Allah Bapa diselesaikan dengan memahami sifat simbolis dari frasa tersebut dan pribadi-pribadi Tritunggal yang berbeda namun setara, terutama melalui lensa persatuan hipostatik.
“Tangan kanan” bukanlah tempat literal melainkan simbol kekuasaan, kehormatan, dan otoritas yang dibagi, yang umum bagi ketiga Pribadi tetapi dikaitkan dengan Anak.6 “Duduknya” Yesus menandakan penobatan-Nya dan pekerjaan-Nya yang telah selesai, bukan status yang lebih rendah atau subordinat.1 Ini mewakili kekuasaan kerajaan dan yudikatif-Nya.8 Sebagai Anak yang berinkarnasi, Yesus, dalam sifat manusiawi-Nya, menerima posisi yang ditinggikan ini, sementara dalam sifat ilahi-Nya, Dia secara kekal setara dengan Bapa.8 Pengakuan Iman Athanasius menjelaskan bahwa Dia “setara dengan Bapa dalam hal keilahian, kurang dari Bapa dalam hal kemanusiaan”.21 Sifat manusiawi-Nya, yang bersatu dengan ilahi, sekarang dimuliakan dan menjalankan kekuasaan yudikatif.8 Posisi unik ini adalah hak prerogatif Kristus saja, “tertutup tidak hanya bagi semua manusia, tetapi juga bagi para malaikat” 8, menggarisbawahi peran tunggal-Nya sebagai Allah-manusia.
Pemahaman tentang “tangan kanan” sebagai penanda batas teologis terhadap bidat juga sangat penting. Penelitian menunjukkan bahwa Pengakuan Iman Rasuli dikembangkan untuk melawan penyimpangan teologis seperti Gnostisisme 5, dan doktrin persatuan hipostatik muncul untuk mendamaikan Yesus sebagai manusia dan Allah melawan berbagai pandangan anti-Trinitas seperti Unitarianisme, Binitarianisme, dan Modalisme.18 Penjelasan Katolik yang terperinci tentang Tritunggal 20 secara eksplisit memperingatkan agar tidak “mengacaukan Pribadi, atau memisahkan Esensi.” Frasa “duduk di sebelah kanan” tidak hanya deskriptif tetapi juga memiliki bobot teologis yang tepat dalam kontroversi doktrinal historis ini.
Hal ini menunjukkan bahwa frasa “duduk di sebelah kanan Bapa” berfungsi tidak hanya sebagai deskripsi tetapi sebagai pengaman teologis dan pernyataan pengakuan yang ringkas. Ini menegaskan pribadi Kristus yang berbeda dari Bapa (Dia di tangan kanan Bapa) sambil secara bersamaan menegaskan kesetaraan-Nya dan otoritas-Nya yang dibagi (itu adalah tempat kehormatan dan kekuasaan tertinggi), sehingga melawan bidat yang menyangkal keilahian penuh-Nya (misalnya, Arianisme, yang akan membuat-Nya subordinat dalam esensi) atau kemanusiaan penuh-Nya (misalnya, Doketisme, yang akan menyangkal tubuh manusia yang nyata yang naik dan duduk). Ini juga secara implisit menyanggah Modalisme, yang akan menyangkal pribadi-pribadi yang berbeda. Dengan demikian, ketepatan bahasa itu sendiri, bahkan ketika simbolis, berfungsi untuk mendefinisikan dan mempertahankan Kristologi dan Trinitarianisme ortodoks, menjadikannya penanda batas yang krusial dalam teologi Kristen.
V. Implikasi Praktis dan Teologis bagi Orang Percaya
A. Dasar Pengharapan dan Keyakinan
Eksaltasi Kristus, termasuk sesi-Nya, adalah “dasar harapan kita”.10 Ini meyakinkan orang percaya bahwa sejarah bergerak menuju tujuan yang jelas dan manifestasi komprehensif dari kebenaran, keadilan, dan kasih penebusan Allah.10 Orang Kristen dapat menghadapi hidup dan mati dengan keyakinan penuh, mengetahui bahwa Kristus saat ini memerintah atas ciptaan, bahkan jika pemerintahan-Nya tersembunyi dari mata sekuler.10 Ini memberikan pandangan dunia yang kuat yang kontras dengan optimisme humanistik atau pesimisme sekuler.10
B. Jaminan Keselamatan dan Syafaat
Karya Kristus yang telah selesai, yang secara definitif ditandai dengan duduk-Nya, memberikan jaminan keselamatan yang mutlak.1 Syafaat-Nya yang berkelanjutan sebagai Imam Besar berarti orang percaya memiliki pengantara yang kuat dan efektif.1 Pengetahuan ini mendorong keyakinan dalam doa dan hidup dalam kasih karunia Allah, mengetahui bahwa Kristus terus-menerus berdoa bagi mereka.11
C. Panggilan untuk Kesetiaan dan Ketaatan kepada Pemerintahan Kristus Saat Ini
Karena Yesus adalah Tuhan dan penguasa atas segala sesuatu, dan raja-raja di bumi memerintah hanya dengan izin kedaulatan-Nya, orang Kristen dipanggil untuk memberikan kesetiaan dan ketaatan tertinggi kepada-Nya, bahkan jika itu berarti, kadang-kadang, menentang penguasa duniawi.3 Otoritas universal-Nya mendasari Amanat Agung, memberdayakan orang percaya untuk menjadikan semua bangsa murid, mengetahui bahwa mereka melakukan perjalanan di bawah berkat dan otoritas-Nya.1 Pemerintahan Kristus yang sekarang dan tersembunyi memanggil orang percaya untuk hidup dengan iman, melayani Raja yang pemerintahan kekal-Nya suatu hari nanti akan sepenuhnya diungkapkan kepada setiap orang di planet ini.3
Sesi Kristus sebagai fondasi bagi misi dan ketahanan Gereja adalah aspek yang memberdayakan. Amanat Agung (Matius 28:18-19) secara langsung terkait dengan semua otoritas Kristus yang Dia miliki dari posisi-Nya yang duduk.1 Pemberdayaan Roh untuk bersaksi (Kisah Para Rasul 1:8) juga secara eksplisit terkait dengan kenaikan dan sesi-Nya.2 Lebih lanjut, pengetahuan tentang pemerintahan Kristus yang tersembunyi memungkinkan orang Kristen untuk “menanggung kesulitan, menghadapi penderitaan, dan menanggung celaan dunia”.10 Ini menunjukkan hubungan sebab-akibat langsung antara status Kristus yang ditinggikan dan kemampuan Gereja untuk memenuhi mandatnya dan bertahan.
Pemahaman ini mengungkapkan bahwa doktrin sesi Kristus bukan hanya titik teologis abstrak tetapi kebenaran yang dinamis dan memberdayakan bagi keberadaan dan misi Gereja. Ini memberikan otoritas ilahi untuk evangelisasi dan pemuridan, kuasa supernatural untuk kehidupan rohani (melalui Roh), dan ketahanan yang mendalam untuk menghadapi penganiayaan dan kesulitan di dunia yang jatuh. Ini mendasari keyakinan Gereja pada Tuhan yang berdaulat yang secara aktif mengatur segala sesuatu, bahkan ketika keadaan tampak kacau, sehingga memastikan keberhasilan dan kemenangan akhir kerajaan-Nya dan umat-Nya. Ini mengubah sesi dari konsep statis menjadi realitas yang hidup dan aktif yang membentuk kehidupan dan kesaksian Kristen.
Kesimpulan
Frasa “duduk di sebelah kanan Bapa” dalam Pengakuan Iman Rasuli jauh lebih dari sekadar pernyataan lokasi sederhana; ini adalah pengakuan teologis yang kaya yang merangkum puncak karya penebusan Kristus dan pemerintahan-Nya yang berdaulat yang berkelanjutan.
Secara simbolis, ini menunjukkan otoritas tertinggi Kristus, kehormatan, dan finalitas pengorbanan-Nya yang telah selesai, menggenapi nubuat-nubuat kuno dan membangun pemerintahan-Nya saat ini sebagai Raja dan Imam Besar atas seluruh ciptaan.
Yang terpenting, ini dengan cakap mendamaikan sifat ganda Kristus—sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia—dalam kerangka Tritunggal, menegaskan kesetaraan dan kehakikatan-Nya dengan Bapa sambil secara bersamaan menyoroti pribadi-Nya yang berbeda dan pemuliaan kemanusiaan-Nya. Konsep ini berfungsi sebagai batas teologis yang vital, menjaga Kristologi ortodoks terhadap berbagai bidat.
Bagi orang percaya, doktrin ini berfungsi sebagai dasar harapan yang tak tergoyahkan, memberikan jaminan mutlak keselamatan melalui karya Kristus yang telah selesai dan syafaat-Nya yang berkelanjutan. Ini juga mengeluarkan panggilan yang mendalam untuk kesetiaan yang tak tergoyahkan dan ketaatan yang aktif, memberdayakan misi Gereja melalui Roh Kudus dan memberikan ketahanan dalam menghadapi tantangan duniawi, mengetahui bahwa Kristus secara aktif memerintah dan suatu hari akan kembali dalam kemuliaan penuh.
Karya yang dikutip
- Apostles Creed 14: And Sits at the Right Hand of God the Father Almighty – Christ Church, diakses Mei 28, 2025, https://christkirk.com/sermon/apostles-creed-14/
- The Apostles’ Creed Explained: A Line-By-Line Guide | Finds.Life …, diakses Mei 28, 2025, https://finds.life.church/apostles-creed-explained/
- Seated at God’s Right Hand | Reformed Bible Studies & Devotionals at Ligonier.org, diakses Mei 28, 2025, https://learn.ligonier.org/devotionals/seated-at-gods-right-hand
- At the Right Hand | Modern Reformation, diakses Mei 28, 2025, https://www.modernreformation.org/resources/essays/at-the-right-hand
- The Apostles’ Creed: Ascended & Seated – Place For Truth, diakses Mei 28, 2025, https://www.placefortruth.org/blog/the-apostles-creed-ascended-seated
- Topical Bible: Kings: Right Hand of, the Place of Honor – Bible Hub, diakses Mei 28, 2025, https://biblehub.com/topical/ttt/k/kings–right_hand_of,_the_place_of_honor.htm
- Topical Bible: The Symbolism of the Right and Left Hands – Bible Hub, diakses Mei 28, 2025, https://biblehub.com/topical/t/the_symbolism_of_the_right_and_left_hands.htm
- SUMMA THEOLOGIAE: Christ’s sitting at the right hand of the Father …, diakses Mei 28, 2025, https://www.newadvent.org/summa/4058.htm
- Why is Christ Seated at the Right Hand of God? (Heidelberg Catechism Q50), diakses Mei 28, 2025, https://garynealhansen.com/christ-seated-at-the-right-hand-of-god/
- Christ’s Exaltation: The Ground of Our Hope, diakses Mei 28, 2025, https://learn.ligonier.org/articles/christs-exaltation-the-ground-of-our-hope
- The Session of Christ – My Evensong, diakses Mei 28, 2025, https://www.myevensong.com/the-session-of-christ.html
- The Nicene Creed: “For Us” and Filioque – Clearly Reformed, diakses Mei 28, 2025, https://clearlyreformed.org/sermon/the-nicene-creed-for-us-and-filioque/
- The Ascension, Glorification, and Exaltation of Jesus Christ, diakses Mei 28, 2025, https://jesuschrist.co.uk/the-ascension-glorification-and-exaltation-of-jesus-christ/
- 5 Powerful Bible Verses About Ascension, diakses Mei 28, 2025, https://www.chatholybible.com/resources/bible-verses/bible-verses-by-topic/ascension
- Theology Thursday | At God’s Right Hand – Grand Canyon University, diakses Mei 28, 2025, https://www.gcu.edu/blog/theology-ministry/theology-thursday-gods-right-hand
- Ascension of Jesus – Wikipedia, diakses Mei 28, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Ascension_of_Jesus
- The Orthodox Faith – Volume I – Doctrine and Scripture – The Symbol of Faith – Ascension, diakses Mei 28, 2025, https://www.oca.org/orthodoxy/the-orthodox-faith/doctrine-scripture/the-symbol-of-faith/ascension
- The Doctrine of the Double Nature of Christ – BiblicalUnitarian.com, diakses Mei 28, 2025, https://www.biblicalunitarian.com/articles/jesus-christ/the-doctrine-of-the-double-nature-of-christ-2
- Trinity – Wikipedia, diakses Mei 28, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Trinity
- I don’t understand the christian doctrine of trinity. How is God one …, diakses Mei 28, 2025, https://www.reddit.com/r/Catholicism/comments/1brgg6x/i_dont_understand_the_christian_doctrine_of/
- Hypostatic union – Wikipedia, diakses Mei 28, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Hypostatic_union
- The Hypostatic Union | Answers in Genesis, diakses Mei 28, 2025, https://answersingenesis.org/jesus/incarnation/the-hypostatic-union/
- What Is the Hypostatic Union? – Desiring God, diakses Mei 28, 2025, https://www.desiringgod.org/articles/what-is-the-hypostatic-union
- Ascension: The Fullness of Jesus’ Glorification – Catholic Journal, diakses Mei 28, 2025, https://catholicjournal.us/2019/06/01/ascension-the-fullness-of-jesus-glorification/