
Wartagereja.co.id – Jakarta, Di tengah hiruk pikuk informasi digital yang tak terbendung, peran gereja sebagai suar kebenaran dan harapan menjadi semakin krusial. Namun, untuk dapat menjalankan perannya secara efektif, gereja membutuhkan para “wartawan gereja” yang cakap dan sigap dalam menyampaikan narasi kebaikan di tengah badai disinformasi. Inilah panggilan mendesak yang digaungkan oleh Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), yang secara konsisten berupaya membekali para jurnalis gereja dengan kemampuan yang relevan di era serbadigital ini.
Sebagai wujud komitmennya, PWGI kembali akan menyelenggarakan kegiatan jurnalistik pada Sabtu, 26 Juli 2025, mulai pukul 10.00 – 17.00 WIB, bertempat di Bacheno Caffe, Cempaka Putih. Pelatihan ini bukan sekadar ajang berkumpul, melainkan sebuah investasi penting dalam menghadapi tantangan jurnalisme masa kini.
Mengapa Pelatihan Jurnalistik di Era Digital Sangat Penting?
Pdt. Jahenos Saragih, S.Th., M.Th., MM., Ketua Dewan Pembina PWGI sekaligus salah seorang pengajar dalam pelatihan, menegaskan urgensi pelatihan jurnalistik di era digital. Menurut beliau, ada beberapa alasan fundamental mengapa pembekalan ini menjadi vital:
- Meningkatkan Kemampuan Jurnalistik: Di era digital, penguasaan teknologi dan platform mutakhir adalah keharusan. Pelatihan ini akan mengasah kemampuan dalam menghasilkan konten berkualitas tinggi, termasuk pengembangan keterampilan multimedia seperti video, audio, dan fotografi.
- Meningkatkan Kredibilitas dan Profesionalisme: Informasi yang akurat dan kredibel adalah mata uang utama jurnalisme. Pelatihan ini akan membekali wartawan gereja untuk menghasilkan konten yang bisa dipertanggungjawabkan, sekaligus membentengi diri dari hoaks dan disinformasi yang merajalela, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat.
- Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas: Memanfaatkan teknologi secara optimal dapat melipatgandakan efisiensi dan produktivitas dalam menghasilkan konten. Selain itu, pelatihan ini juga mencakup optimasi konten untuk mesin pencari, memastikan pesan-pesan gereja memiliki visibilitas dan jangkauan yang lebih luas.
- Meningkatkan Kemampuan dalam Menghadapi Tantangan: Era digital membawa perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi yang cepat. Pelatihan ini dirancang untuk membekali wartawan gereja dalam menghadapi tantangan ini, termasuk mengembangkan strategi konten yang efektif untuk meningkatkan dampak pesan.
Gereja di Tengah Badai Informasi Digital: Sebuah Refleksi
Secara terpisah, Pdt. Hosea Sudarna, salah seorang Dewan Pendiri PWGI yang juga Pendeta Gereja Kristen Jawa Jakarta Rawamangun, menyoroti tantangan gereja di tengah badai informasi digital. Disrupsi informasi saat ini menghadirkan persoalan krusial yang mengancam kesehatan mental dan spiritual jemaat:
- Doomscrolling: Algoritma media sosial seringkali memprioritaskan berita negatif, membanjiri pengguna dengan informasi yang memicu kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan. Jemaat gereja pun tak luput dari paparan doomscrolling yang berpotensi melemahkan iman dan harapan mereka.
- Comparative Traps: Media sosial menciptakan ilusi realitas yang serba sempurna dan bahagia, menjebak pengguna dalam perbandingan sosial yang tidak sehat. Jemaat dapat terperangkap dalam comparative traps, merasa rendah diri, iri hati, dan selalu merasa kurang.
- Technostress: Kekhawatiran akan masa depan pekerjaan di era otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) menimbulkan stres dan ketidakpastian. Jemaat mungkin merasa terancam oleh perkembangan teknologi, khawatir kehilangan pekerjaan, dan merasa tidak relevan.
Ironisnya, tantangan-tantangan ini muncul justru di tengah kemajuan teknologi dan ekonomi yang luar biasa, menunjukkan bahwa kemajuan materi tidak secara otomatis menjamin kesejahteraan mental dan spiritual. Gereja, dengan mandatnya untuk melayani manusia secara holistik, terpanggil untuk hadir sebagai agen solusi di tengah badai disinformasi ini.
Peran Gereja dan PWGI dalam Menjawab Tantangan Disrupsi
Gereja memiliki peran sentral dalam membimbing jemaatnya menghadapi disrupsi informasi dan menjaga kesehatan mental serta spiritual mereka. Peran kunci yang perlu dioptimalkan meliputi peningkatan literasi media digital, membangun komunitas yang solid, menawarkan narasi alternatif berbasis iman, mendorong keseimbangan hidup dan spiritualitas, serta memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan kebaikan.
Dalam konteks inilah, PWGI hadir sebagai mitra strategis gereja. Dengan visi “Menjadi wadah bagi wartawan Kristen Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme, solidaritas, dan berperan aktif dalam pembangunan bangsa berdasarkan nilai-nilai Kristiani,” PWGI memiliki misi yang mencakup:
- Peningkatan kualitas wartawan Kristen.
- Mempererat solidaritas.
- Mendorong peran aktif dalam pembangunan bangsa.
- Menjadi mitra gereja dalam menyampaikan informasi yang benar dan membangun.
- Memperjuangkan kebebasan pers dan keadilan.
Relevansi peran PWGI di era disrupsi informasi semakin menguat karena beberapa alasan:
- Keahlian Literasi Media: Anggota PWGI memiliki keahlian dalam jurnalistik dan komunikasi yang sangat dibutuhkan gereja untuk meningkatkan literasi media digital di kalangan jemaat.
- Produksi Konten Positif: PWGI dapat berperan aktif dalam menciptakan konten media yang positif, inspiratif, dan berlandaskan nilai-nilai Kristiani sebagai penyeimbang arus informasi negatif.
- Jembatan Komunikasi: Wartawan gereja yang tergabung dalam PWGI dapat menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara gereja dan masyarakat luas.
- Penguatan Jaringan: PWGI memfasilitasi penguatan jaringan dan kolaborasi antar wartawan Kristen, gereja, dan lembaga Kristen lainnya.
- Advokasi Kebijakan Media: PWGI dapat berperan dalam mengadvokasi kebijakan media yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, pelatihan jurnalistik di era digital bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Ini adalah panggilan mendesak bagi setiap individu yang merasa terpanggil untuk melayani gereja dan masyarakat di tengah kompleksitas era digital, memastikan bahwa pesan kebenaran dan harapan terus bersinar terang di tengah kegelapan disinformasi.
(Carlla Paulina Waworuntu, S.Th./Red.***)