Kerukunan dalam Aksi: Moderasi Beragama dan Persaudaraan Sejati bersama Sedulur Sikep
Judul Buku : Kerukunan dalam Aksi: Moderasi Beragama dan Persaudaraan Sejati bersama Sedulur Sikep
Penulis: Pdt. (Em.) Hosea Sudarna, S.Th., M.Si.
Di tengah riuh rendah peradaban digital—di mana linimasa kita gampang sekali terbakar oleh hoaks, fanatisme sempit, atau debat tanpa ujung—buku Kerukunan dalam Aksi hadir sebagai oase yang menyejukkan. Bukan hanya berisi teori, bukan hanya bicara wacana, melainkan menuntun pembaca menyaksikan sendiri bagaimana kerukunan itu hidup, berkeringat, berdiri, dan terus berdenyut dari sebuah desa bernama Klopoduwur, Blora.
- Kisah Sederhana yang Menjawab Kegelisahan Besar
Penulis mengawali buku dengan narasi yang sangat hidup tentang perjumpaan WKPUB dengan komunitas adat Sedulur Sikep. Bukan pertemuan formal yang penuh protokol, melainkan sapaan tulus “Sami Seger Waras”—doa sederhana yang seakan langsung memecah sekat agama, budaya, atau status sosial.
Melalui pendekatan ilmiah populer, penulis berhasil membawa pembaca masuk ke dalam suasana desa: rumah adat yang bocor, jalan yang becek, antrean pengobatan gratis, tenda darurat, hingga upacara Hari Lahir Pancasila yang begitu hangat. Pembaca seperti ikut mendengar suara palu, cangkul, dan tawa yang tulus.
Inilah kekuatan buku ini: ia tidak memulai dari teori, tetapi dari tubuh-tubuh yang bekerja bersama.
- Moderasi Beragama yang Turun ke Tanah
Selama bertahun-tahun, konsep moderasi beragama sering digembar-gemborkan, namun tidak selalu membumi. Buku ini menggeser perspektif itu. Di Klopoduwur, moderasi bukan lagi diskursus, melainkan:
• pendeta dan ustaz yang memikul bambu yang sama,
• dokter yang merawat warga Sikep dengan tangan penuh hormat,
• masyarakat adat yang menyambut tanpa prasangka,
dan semua itu dilakukan tanpa seremonial berlebihan.
Moderasi, dalam buku ini, menjadi peristiwa, bukan slogan.
- Kejutan dari Nilai Lokal: Saminisme yang Universal
Sedulur Sikep—yang sering dianggap “komunitas adat kecil”—digambarkan sebagai guru besar kehidupan. Nilai kejujuran, kesederhanaan, dan anti-kekerasan yang mereka rawat, ternyata nyambung dengan prinsip moderasi, demokrasi, bahkan teologi publik.
Buku ini membuka mata kita bahwa kearifan lokal bukan masa lalu yang harus ditinggalkan. Ia justru masa depan yang relevan.
- Pancasila dalam Wujud yang Paling Sederhana
Yang paling menyentuh adalah bab tentang Pancasila. Tanpa panggung megah atau narasi politis, Pancasila menemukan rumahnya di pendopo Sedulur Sikep. Pembacaan lima sila bersama—oleh warga Samin, ustaz, dan pendeta—adalah simbol kuat bahwa Indonesia bisa berdiri ketika kita mau merayakan yang berbeda secara setara.
Di titik ini buku ini terasa seperti kritik halus terhadap implementasi Pancasila yang sering terjebak seremoni tanpa makna.
- Era Digital: Tantangan dan Harapan
Buku ini semakin relevan karena menyinggung peran media sosial dan jurnalisme gereja. Ia menyoroti bagaimana dokumentasi sederhana di lapangan bisa menjadi narasi damai yang viral—melawan arus hoaks dan polarisasi yang makin brutal.
Ada refleksi teologis tentang teologi digital yang dipaparkan dengan ringan namun tetap dalam: Tuhan juga hadir di ruang maya, dan kerukunan perlu dijaga di sana.
- Kontribusi Ilmiah: Model “Kerukunan Berbasis Aksi”
Ini bagian paling “baru” dan layak diapresiasi. Buku ini mengusulkan model konseptual yang segar: kerukunan berbasis aksi, yang berdiri di atas tiga pilar:
- kebersamaan dalam keringat,
- manfaat nyata,
- simbol kolektif.
Model ini bukan hanya bisa dipakai akademisi, tetapi juga organisasi keagamaan, komunitas adat, bahkan pemerintah. Ringkas, jelas, dan mudah dipraktikkan.
- Gaya Bahasa: Hangat, Mudah, dan Tetap Ilmiah
Meski termasuk buku ilmiah populer, gaya penulisannya tidak kering. Pdt. Hosea Sudarna menyajikan perjumpaan manusiawi dengan cara yang lembut sekaligus reflektif. Ia tidak menggurui; ia mengajak pembaca berjalan bersama.
Kombinasi data lapangan, analisis sosial, refleksi teologis, dan narasi sastra menjadikan buku ini enak dibaca semua kalangan.
- Kesimpulan Resensi
Kerukunan dalam Aksi adalah buku yang penting bagi Indonesia hari ini. Ia menawarkan:
• cara baru memahami moderasi beragama,
• contoh konkret kerukunan lintas iman,
• penghargaan mendalam terhadap kearifan lokal,
• refleksi jernih tentang Pancasila,
• perspektif segar tentang kerukunan digital,
• dan model praktis yang bisa diterapkan di mana pun.
Buku ini tidak hanya layak dibaca oleh pemerhati kerukunan atau akademisi agama, tapi juga aktivis sosial, jurnalis, pemimpin komunitas, hingga generasi muda.
Ia adalah pengingat bahwa kerukunan bukan konsep yang rumit—ia sederhana, membumi, dan bisa dimulai dari mengangkat alang-alang bersama.
Sungguh karya yang meneduhkan dan sekaligus menggugah.
KATA KUNCI
kerukunan umat beragama Indonesia
moderasi beragama di era digital
Sedulur Sikep Blora
Saminisme dan toleransi
kerukunan berbasis aksi
Pancasila dan kerukunan
literasi digital dan moderasi
jurnalisme gereja Indonesia
toleransi lintas agama
kisah kerukunan nyata
kearifan lokal Jawa
buku moderasi beragama terbaru
WKPUB dan kegiatan sosial
komunitas adat Indonesia
studi kasus moderasi Indonesia
Hashtag :
