
Gambar : Tangkapan Layar dari https://setkab.go.id/inilah-isi-keppres-nomor-8-tahun-2024-tentang-hari-hari-libur/
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Wartagereja.co.id – Jakarta, Pada tanggal 29 Januari 2024, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Hari-Hari Libur. Di antara berbagai ketetapannya, Keppres ini membawa perubahan signifikan yang menyentuh langsung perayaan salah satu hari raya terpenting bagi umat Kristiani: Paskah. Selain menegaskan kembali status Paskah sebagai hari libur nasional, Keppres ini melakukan perubahan nomenklatur yang memiliki makna mendalam.
Paskah: Hari Libur Nasional yang Ditegaskan Kembali
Keppres Nomor : 8 Tahun 2024 secara eksplisit mencantumkan Kebangkitan Yesus Kristus (Paskah) sebagai salah satu dari 16 hari libur nasional di Indonesia. Sebagai contoh implementasinya, pada tahun 2024, Paskah yang jatuh pada hari Minggu, 31 Maret 2024, ditetapkan sebagai hari libur nasional. Penegasan ini mengukuhkan pengakuan negara terhadap signifikansi perayaan Paskah bagi umat Kristiani di Indonesia, memastikan bahwa umat dapat merayakannya dengan khidmat sesuai dengan kalender liturgi mereka. Keppres ini juga mengatur ketentuan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mungkin bertugas pada hari libur tersebut, menunjukkan integrasi hari raya keagamaan dalam sistem administrasi negara.
Perubahan Nomenklatur: Dari “Isa Almasih” ke “Yesus Kristus”
Salah satu perubahan paling menonjol dan signifikan dalam Keppres 8/2024 adalah perubahan nomenklatur untuk hari libur terkait Yesus Kristus. Secara spesifik, istilah “Kebangkitan Isa Almasih” yang sebelumnya digunakan dalam penyebutan hari Paskah, kini secara resmi diubah menjadi “Kebangkitan Yesus Kristus”. Perubahan serupa juga berlaku untuk hari libur Kenaikan dan Kelahiran-Nya. Perubahan ini bukanlah sekadar pergantian kata, melainkan membawa implikasi hukum, sosial, dan psikologis yang penting bagi umat Kristiani.
Dampak Perubahan Nomenklatur:
- Dampak Hukum:
- Legitimasi dan Standardisasi: Secara hukum, Keppres ini memberikan dasar legalitas yang kuat untuk penggunaan istilah “Yesus Kristus” dalam seluruh dokumen dan komunikasi resmi kenegaraan yang berkaitan dengan hari libur Kristen. Ini menciptakan standardisasi istilah yang digunakan oleh negara.
- Kesesuaian dengan Referensi Umat: Perubahan ini menyelaraskan terminologi resmi negara dengan nama yang secara universal digunakan dalam Kitab Suci, liturgi, teologi, dan praktik keagamaan umat Kristiani di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ini menutup celah antara bahasa negara dan bahasa iman komunitas.
- Pengakuan Yuridis Identitas: Penggunaan nama “Yesus Kristus” dalam produk hukum seperti Keppres merupakan bentuk pengakuan yuridis (secara hukum) terhadap identitas sentral figur iman Kristiani sesuai dengan pemahaman internal umat itu sendiri.
- Dampak Sosial:
- Pengakuan dan Penghargaan Identitas: Secara sosial, perubahan ini dapat dilihat sebagai langkah signifikan negara dalam mengakui dan menghargai identitas spesifik umat Kristiani. Menggunakan nama “Yesus Kristus” menunjukkan penghormatan terhadap cara umat menyebut figur sentral imannya.
- Penguatan Rasa Memiliki: Bagi umat Kristiani, penggunaan nomenklatur yang sesuai dengan keyakinan mereka dalam konteks nasional dapat memperkuat rasa memiliki (sense of belonging) dan penerimaan dalam kerangka kebangsaan Indonesia yang majemuk.
- Potensi Klarifikasi dalam Dialog: Penggunaan istilah yang tepat dan spesifik dapat membantu memperjelas identitas masing-masing komunitas iman dalam dialog antarumat beragama, mengurangi potensi kerancuan atau kesalahpahaman terminologis. Istilah “Isa Almasih”, meskipun historis digunakan, lebih sering diasosiasikan dengan perspektif Islam mengenai Yesus.
- Dampak Psikologis:
- Rasa Dihargai dan Dilihat: Secara psikologis, umat Kristiani dapat merasakan bahwa identitas dan keyakinan inti mereka ‘dilihat’ dan dihargai oleh negara. Penggunaan nama yang paling sakral dan sentral bagi iman mereka dalam konteks resmi dapat memberikan peneguhan psikologis yang positif.
- Mengurangi Potensi Ketidaknyamanan: Meskipun istilah “Isa Almasih” dipahami, sebagian umat Kristiani mungkin merasa lebih nyaman dan terwakili ketika nomenklatur resmi menggunakan nama “Yesus Kristus” yang merupakan inti dari proklamasi iman mereka.
- Peneguhan Signifikansi Iman: Pengakuan resmi ini, meskipun simbolis, dapat secara halus meneguhkan signifikansi iman Kristiani dalam ruang publik, memberikan dorongan moral dan spiritual bagi komunitas.
Langkah Menuju Pengakuan yang Lebih Utuh
Keppres Nomor 8 Tahun 2024 lebih dari sekadar pembaruan daftar hari libur. Penegasan Paskah sebagai hari libur nasional dan, yang terpenting, perubahan nomenklatur menjadi “Kebangkitan Yesus Kristus” menandai langkah penting dalam hubungan antara negara dan komunitas Kristiani di Indonesia. Keputusan ini, secara hukum, sosial, dan psikologis, beresonansi mendalam dengan identitas umat Kristiani, mencerminkan pengakuan yang lebih utuh dan penghormatan terhadap keyakinan inti mereka. Saat umat Kristiani merayakan Paskah, pengakuan resmi nama “Yesus Kristus” oleh negara menambah satu lapisan makna dalam perayaan iman di tengah konteks kebangsaan Indonesia.