
Oleh : BEKTI WIRATMAKA, SH.
Ketua Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) Provinsi Jawa Tengah
ALUMNI Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
Bagian 1: Pendahuluan
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), yang berlokasi di Salatiga, Jawa Tengah, merupakan sebuah institusi pendidikan tinggi swasta yang dikenal secara nasional dan sering disebut sebagai “Kampus Indonesia Mini” karena keberagaman mahasiswa dan stafnya.1
Julukan ini didukung oleh fakta bahwa komunitas kampusnya berasal dari berbagai penjuru Indonesia 1, menyoroti sifat inklusif dan jangkauannya yang luas. Nama “Satya Wacana” sendiri, yang berasal dari bahasa Sanskerta, memiliki arti “Setia kepada Sabda atau Firman Tuhan” 1, menggarisbawahi landasan kekristenan universitas. Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) berperan sebagai badan hukum payung bagi UKSW dan juga menaungi Universitas Kristen Wira Wacana Sumba.3 Tanggung jawab ganda ini menunjukkan peran YPTKSW yang lebih luas dalam pendidikan tinggi Kristen di luar UKSW.
Asal-usul YPTKSW dapat ditelusuri hingga tahun 1956 dengan visi untuk mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI), sebuah perguruan tinggi pendidikan guru Kristen.3 Konteks historis ini menunjukkan fokus awal pada pendidikan guru, yang kemudian berkembang menjadi misi universitas yang lebih luas. Seiring berjalannya waktu, YPTKSW telah beradaptasi dengan perubahan peraturan dan tuntutan melalui dua belas kali perubahan anggaran dasar.3
Adaptasi yang sering dilakukan ini mengindikasikan pendekatan proaktif terhadap kepatuhan hukum dan evolusi kelembagaan. Pendirian PTPG-KI pada tahun 1956, yang diresmikan pada tanggal 30 November 1956, dengan O. Nothohamidjojo sebagai Dekan pertamanya, menandai tonggak penting dalam sejarah pendidikan tinggi Kristen di Indonesia, yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan UKSW.3
Gagasan pendirian universitas Kristen ini terinspirasi oleh Abraham Kuyper (1837-1920), mantan Perdana Menteri Belanda dan pendiri Vrije Universiteit Amsterdam.1 Keterkaitan ini dengan tokoh terkemuka dalam pendidikan tinggi Kristen menunjukkan keselarasan awal dengan model pendidikan berbasis agama internasional.
Wacana mengenai pendidikan tinggi Kristen yang berakar pada nilai-nilai keagamaan ini memberikan motivasi yang kuat untuk mempercepat realisasi gagasan pendirian perguruan tinggi Kristen melalui langkah-langkah nyata yang terencana dan terukur.3 Latar belakang ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kolaborasi, kebebasan akademik, dan fokus pada kualitas pendidikan mungkin telah tertanam kuat dalam etos institusi.
Konflik saat ini dapat merepresentasikan ketegangan antara nilai-nilai historis ini dengan praktik tata kelola yang lebih baru. Fokus awal pada pelatihan guru mengimplikasikan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada komunitas. Pengaruh Kuyper menunjukkan tradisi wacana akademik yang kuat dan otonomi kelembagaan dalam kerangka Kristen. Permasalahan saat ini perlu diteliti untuk melihat apakah selaras atau menyimpang dari prinsip-prinsip historis ini.
Sebuah demonstrasi signifikan terjadi di UKSW pada hari Senin, 5 Mei 2025, yang melibatkan sejumlah besar mahasiswa dan dosen dari tiga fakultas yang berbeda: Fakultas Teknologi Informasi (FTI), Fakultas Hukum (FH), dan Fakultas Teologi.7 Keterlibatan berbagai fakultas mengindikasikan adanya potensi kekhawatiran yang meluas di seluruh komunitas universitas.
Demonstrasi tersebut dipicu oleh berbagai keluhan, termasuk keluhan mengenai fasilitas pembelajaran yang tidak memadai, keraguan mengenai transparansi pengelolaan keuangan, dan tuduhan kebijakan sewenang-wenang dan unilateral yang dibuat oleh pimpinan universitas.7 Isu-isu ini menunjukkan ketidakpuasan multi-aspek terhadap kondisi saat ini di UKSW.
Sebelum demonstrasi gabungan skala besar ini, Fakultas Hukum telah mengadakan demonstrasi sendiri pada hari Jumat, 2 Mei 2025. Aksi sebelumnya ini secara khusus menargetkan penggantian dekan dan pejabat administratif kunci fakultas yang tiba-tiba.7 Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan kepemimpinan di Fakultas Hukum merupakan pemicu signifikan dan langsung bagi ketidakpuasan.
Urutan kejadian, dengan Fakultas Hukum melakukan protes terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh fakultas lain, menunjukkan bahwa pemicu awal (pencopotan dekan) mungkin telah mengungkap atau memperburuk isu-isu mendasar lainnya di dalam universitas, yang mengarah pada gerakan pembangkangan yang lebih luas. Protes awal dan spesifik dari Fakultas Hukum kemungkinan bertindak sebagai katalisator, mendorong fakultas lain dengan keluhan mereka sendiri untuk bergabung dalam demonstrasi yang lebih besar. Ini menunjukkan bahwa meskipun pencopotan dekan merupakan pemicu utama, kemungkinan ada frustrasi yang sudah ada sebelumnya terkait fasilitas, keuangan, atau gaya kepemimpinan yang berkontribusi pada partisipasi luas dalam protes tanggal 5 Mei 2025.
Tujuan utama artikel ini adalah untuk melakukan analisis menyeluruh dan tingkat ahli mengenai hubungan yang rumit antara YPTKSW dan UKSW, untuk dengan cermat memeriksa struktur kewenangan sebagaimana didefinisikan dalam statuta masing-masing, dan untuk secara kritis menilai relevansi dinamika struktural dan hukum ini dengan demonstrasi yang dilakukan oleh fakultas dan mahasiswa universitas pada Mei 2025.
Metodologi yang digunakan dalam artikel ini terutama akan bergantung pada tinjauan dan analisis komprehensif terhadap informasi yang disajikan dalam cuplikan penelitian yang disediakan publik di internet. Ini termasuk memeriksa deskripsi YPTKSW dan UKSW, memahami hubungan hukum mereka, meneliti mekanisme pemilihan rektor, membandingkan isi Statuta UKSW dari tahun 2000 dan 2016, menganalisis informasi terkait pengangkatan dan pemberhentian staf, mengevaluasi penilaian kinerja rektor, dan menafsirkan laporan berita yang meliput demonstrasi dan tanggapan selanjutnya dari administrasi universitas dan pihak-pihak yang melakukan protes.

Bagian 2: Profil Kelembagaan YPTKSW dan UKSW
Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) secara resmi didirikan pada tanggal 3 Februari 1956, awalnya dengan nama Jajasan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (JPTPGKI).3 Nama awal ini secara eksplisit mencerminkan tujuan awal yayasan.
Motivasi utama di balik pendirian yayasan adalah aspirasi untuk menciptakan institusi Kristen yang berdedikasi untuk pelatihan guru.3 Hal ini menyoroti fokus awal pada pengembangan pendidikan dalam konteks Kristen. Saat ini, YPTKSW menjalankan tata kelola atas dua institusi pendidikan tinggi yang berbeda: Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang berlokasi di Salatiga, dan Universitas Kristen Wira Wacana Sumba yang berlokasi di Waingapu.3
Hal ini menunjukkan mandat organisasi yang lebih luas dalam bidang pendidikan tinggi Kristen. Selama sejarahnya, YPTKSW telah mengalami dua belas kali revisi terpisah terhadap anggaran dasarnya untuk memastikan keselarasan dengan kerangka hukum yang berkembang dan untuk mengatasi kebutuhan kelembagaan kontemporer.3
Hal ini menunjukkan komitmen terhadap kemampuan beradaptasi dan kepatuhan. Struktur organisasi YPTKSW terdiri dari tiga badan utama: Pembina (Dewan Pembina), yang memegang otoritas tertinggi; Pengurus (Badan Pengurus), yang bertanggung jawab atas pengelolaan sehari-hari; dan Pengawas (Badan Pengawas), yang bertugas melakukan pengawasan dan memastikan akuntabilitas.4
Struktur yayasan standar ini mencerminkan persyaratan hukum Indonesia yang khas untuk yayasan. Secara krusial, keputusan signifikan yang berkaitan dengan kerangka kelembagaan dan kebijakan strategis di tingkat universitas berada di bawah wewenang YPTKSW, dengan Pembina (Dewan Pembina) memegang pengaruh khusus.1
Hal ini menggarisbawahi otoritas tertinggi yayasan dalam membentuk arah UKSW. Kantor YPTKSW sendiri memiliki struktur organisasi yang jelas, termasuk Kepala Kantor yang bertanggung jawab atas manajemen administrasi dan Direktorat yang mengawasi bidang fungsional tertentu.29 Ini menunjukkan adanya sayap administratif yayasan yang profesional. Pengurus (Badan Pengurus) YPTKSW terdiri dari posisi kepemimpinan kunci, termasuk Ketua Pengurus, Sekretaris Pengurus, dan Bendahara Pengurus.30 Peran-peran ini sangat penting bagi tata kelola operasional yayasan.
Pengawasan YPTKSW terhadap berbagai universitas dan kendali langsungnya atas keputusan strategis di UKSW menyoroti kekuatan dan pengaruhnya yang signifikan. Peran yayasan tidak hanya bersifat simbolis tetapi secara aktif membentuk lanskap operasional dan kebijakan UKSW.
Perubahan anggaran dasar yang berulang kali menunjukkan sejarah adaptasi terhadap tekanan eksternal dan perkembangan internal, yang mungkin memberikan konteks untuk memahami struktur tata kelola saat ini dan perubahan terbaru. Sebagai otoritas hukum tertinggi, profil YPTKSW sangat penting.
Strukturnya menentukan bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana kekuasaan didistribusikan terkait UKSW. Sejarah adaptasi kerangka hukumnya mungkin relevan jika konflik saat ini melibatkan perselisihan mengenai interpretasi atau penerapan dokumen-dokumen pendirian ini.
Fakta bahwa yayasan ini juga mengelola universitas lain menunjukkan adanya protokol dan pengalaman yang mapan dalam tata kelola pendidikan tinggi.
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) didirikan sebagai kelanjutan langsung dan pengembangan lebih lanjut dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI).5 Garis keturunan ini menekankan akar sejarah universitas dalam pendidikan guru. Nilai-nilai fundamental dan prinsip-prinsip operasional universitas sangat berakar pada iman Kristen.1
Identitas berbasis agama ini kemungkinan membentuk misi, standar etika, dan nilai-nilai komunitasnya. UKSW beroperasi di bawah Statuta (Statute) sendiri, yang berfungsi sebagai dokumen peraturan utama yang mengatur semua kegiatan akademik dan non-akademik di dalam universitas.1 Statuta ini menguraikan tata kelola internal universitas, standar akademik, dan prosedur operasional. Struktur organisasi universitas bersifat hierarkis dan mencakup badan-badan kepemimpinan dan akademik utama seperti Rektor, Senat Universitas, berbagai Fakultas, dan Lembaga.1
Struktur universitas standar ini menunjukkan pembagian tanggung jawab dan tingkat otoritas. UKSW secara luas diakui karena keberagaman mahasiswa, fakultas, dan staf administrasi, yang berasal dari berbagai latar belakang etnis dan budaya di seluruh Indonesia, sehingga mendapatkan julukan khas “Kampus Indonesia Mini”.1 Keberagaman ini merupakan karakteristik kunci dari identitas dan misi universitas. Kehadiran fisik universitas terdiri dari tiga kampus utama yang berlokasi strategis di Salatiga.1 Berbagai fakultas dan fasilitas kemungkinan berlokasi di berbagai kampus ini.
UKSW menawarkan berbagai program akademik yang komprehensif, yang terorganisir di bawah 15 fakultas dan mencakup 63 program studi yang berbeda.31 Portofolio akademik yang luas ini menunjukkan cakupan penawaran pendidikan yang luas. Kepala administrasi UKSW saat ini adalah Prof. Dr. Intiyas Utami, yang menjabat sebagai Rektor.1
Rektor adalah kepala eksekutif dan pemimpin akademik universitas. Tujuan utama UKSW adalah untuk menghasilkan lulusan yang mewujudkan kualitas sinergi, ketaatan (terhadap prinsip-prinsip etika), harmoni, perilaku teladan, dan integritas yang kuat.1 Tujuan-tujuan yang dinyatakan ini mencerminkan komitmen universitas terhadap pengembangan karakter holistik. Universitas ini didukung oleh 18 Sinode Gereja di seluruh Indonesia.1
Dukungan denominasi yang luas ini menggarisbawahi signifikansinya dalam komunitas Kristen Indonesia. UKSW juga mengoperasikan jaringan sekolah laboratorium di berbagai jenjang pendidikan.1 Sekolah-sekolah laboratorium ini berfungsi sebagai tempat pelatihan dan pusat inovasi pendidikan. Universitas telah menjalin kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai institusi nasional dan internasional.1 Kolaborasi ini meningkatkan kedudukan akademik dan penelitiannya. Kegiatan operasional UKSW dikelola melalui berbagai Direktorat, yang masing-masing mengawasi bidang-bidang spesifik seperti akademik, kemahasiswaan, penelitian, keuangan, dan kerjasama.43
Struktur departemental ini memastikan pengelolaan fungsi-fungsi universitas yang beragam secara efisien. UKSW telah mengartikulasikan visi yang jelas untuk berevolusi menjadi Universitas Riset Kewirausahaan pada tahun 2027.45 Arah strategis ini menunjukkan ambisi untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip kewirausahaan dengan keunggulan penelitian.
Misi universitas bersifat multifaset, mencakup penyediaan pendidikan tinggi Kristen yang menumbuhkan pengembangan manusia secara holistik, praktik manajemen yang profesional dan akuntabel, dan kontribusi aktif terhadap pembangunan nasional.45 Pernyataan misi ini menyoroti komitmennya terhadap pertumbuhan individu dan dampak sosial.
Identitas UKSW sebagai universitas Kristen yang beragam dan diakui secara nasional dengan visi dan misi yang jelas menunjukkan kerangka kelembagaan yang kuat. Namun, demonstrasi baru-baru ini mengindikasikan adanya potensi ketidaksesuaian antara cita-cita ini dan pengalaman nyata fakultas dan mahasiswanya, terutama mengenai tata kelola dan praktik kepemimpinan.
Aspirasi untuk menjadi Universitas Riset Kewirausahaan pada tahun 2027 mungkin terancam oleh konflik dan ketidakpuasan internal. Nilai-nilai universitas yang dinyatakan tentang keberagaman dan prinsip-prinsip Kristen idealnya akan menumbuhkan lingkungan yang harmonis dan kolaboratif.
Protes menunjukkan penyimpangan dari cita-cita ini, terutama mengenai persepsi kurangnya inklusivitas dalam pengambilan keputusan dan dugaan gaya kepemimpinan otokratis. Visi ambisius untuk tahun 2027 membutuhkan komunitas akademik yang bersatu dan mendukung, yang tampaknya saat ini sedang terganggu.
Dari sudut pandang hukum, hubungan antara YPTKSW dan UKSW didefinisikan sebagai hubungan antara yayasan dalam kapasitasnya sebagai badan penyelenggara dan perguruan tinggi yang didirikannya.1 Hal ini menetapkan hubungan hierarkis yang jelas di mana yayasan adalah entitas induk.
Status UKSW adalah sebagai perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh YPTKSW, yang berarti bahwa YPTKSW adalah entitas hukum utama yang memiliki dan mengelola aset serta memikul tanggung jawab tertinggi atas keberlangsungan UKSW.1 Hal ini menggarisbawahi kepemilikan dan tanggung jawab yayasan secara menyeluruh atas kelangsungan hidup universitas dalam jangka panjang.
Statuta UKSW berfungsi sebagai aturan turunan atau pelaksana yang mengatur operasional UKSW dan ditetapkan oleh YPTKSW.1 Hal ini mengindikasikan bahwa peraturan internal universitas pada akhirnya tunduk pada persetujuan yayasan. YPTKSW memegang wewenang untuk menetapkan kebijakan strategis, mengesahkan Statuta UKSW, dan memainkan peran penting dalam pengangkatan pimpinan universitas, termasuk Rektor.1 Hal ini menyoroti pengaruh langsung yayasan terhadap arah dan kepemimpinan universitas.
Statuta UKSW memang secara resmi disahkan oleh YPTKSW, sebagaimana dibuktikan oleh SK YPTKSW Nomor 248/B/YSW/XI/2016 mengenai Statuta Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2016.53 Persetujuan formal ini memperkuat kendali hukum yayasan atas dokumen tata kelola universitas.
Selain itu, YPTKSW juga memberlakukan peraturan mengenai masalah kepegawaian, seperti SK Pengurus YPTKSW Nomor 156/B/YSW/VII/2017 yang berkaitan dengan Peraturan Kepegawaian Pegawai Pendidik di lingkungan YPTKSW 58, dan SK Pengurus YPTKSW Nomor 157/B/YSW/VII/2017 yang mengatur Peraturan Kepegawaian Pegawai Kependidikan.58 Peraturan-peraturan ini secara langsung mengatur syarat dan ketentuan kerja bagi seluruh staf universitas.
Hubungan hukum secara tegas bersifat hierarkis, dengan YPTKSW memegang otoritas tertinggi atas arah strategis, kerangka tata kelola, dan bahkan masalah kepegawaian UKSW.
Konsentrasi kekuasaan di tingkat yayasan ini memiliki implikasi signifikan terhadap otonomi universitas dan potensi konflik jika arahan yayasan dianggap tidak selaras dengan kepentingan atau nilai-nilai komunitas universitas. Kekuatan yayasan untuk menyetujui statuta dan menunjuk rektor berarti bahwa kepemimpinan dan aturan tata kelola universitas pada akhirnya ditentukan oleh badan eksternal.
Struktur ini dapat menimbulkan ketegangan jika komunitas universitas merasa bahwa suara mereka tidak terwakili secara memadai dalam keputusan-keputusan mendasar ini atau jika prioritas yayasan tidak sepenuhnya selaras dengan kebutuhan akademik dan operasional universitas. Peraturan kepegawaian yang dikeluarkan oleh yayasan semakin menggarisbawahi pengaruh langsungnya terhadap sumber daya manusia universitas.

Bagian 3: Struktur Kewenangan dalam Statuta YPTKSW dan UKSW
Prosedur untuk penggantian atau pemilihan Rektor UKSW secara eksplisit dirinci dalam Statuta universitas.1 Hal ini memastikan adanya proses formal dan teratur untuk transisi kepemimpinan. Secara umum, mekanismenya melibatkan beberapa tahapan dan pihak. Ini termasuk usulan bakal calon dari berbagai unit di universitas, seperti fakultas, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.1 Hal ini menunjukkan upaya untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam tahap awal proses seleksi. Setelah nominasi, proses seleksi dilakukan oleh panitia pemilihan rektor.
Selanjutnya, bakal calon melakukan presentasi visi dan misi di hadapan sivitas akademika.1 Hal ini memungkinkan pengawasan dan keterlibatan terbuka dengan platform para kandidat. Keputusan akhir pada akhirnya melibatkan organ di tingkat yayasan, khususnya Pembina atau Pengurus Yayasan.1
Hal ini menyoroti otoritas tertinggi yayasan dalam pemilihan pemimpin tertinggi universitas. Senat Universitas juga memainkan peran penting dalam proses tersebut, terutama dalam penjaringan atau pemberian pertimbangan calon rektor.1 Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun keputusan akhir berada di tangan Yayasan, masukan Senat dihargai, setidaknya dalam kapasitas penasihat. Adanya gugatan terkait proses pemilihan rektor sebelumnya menunjukkan bahwa mekanisme ini secara khusus diatur dalam AD/ART Yayasan dan Statuta Universitas.1 Sejarah tantangan hukum ini menggarisbawahi sensitivitas dan potensi perselisihan seputar proses pemilihan rektor.
Meskipun proses pemilihan rektor di UKSW melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan universitas melalui nominasi dan keterlibatan Senat, kekuasaan pengambilan keputusan akhir berada di tangan YPTKSW. Struktur ini, meskipun memastikan pengawasan yayasan, dapat menjadi sumber ketegangan jika pilihan yayasan dianggap tidak selaras dengan preferensi atau kepentingan terbaik komunitas akademik universitas. Tantangan hukum di masa lalu menunjukkan bahwa keseimbangan kekuasaan dalam proses ini telah menjadi titik perselisihan sebelumnya.
Proses multi-tahap yang melibatkan nominasi, presentasi, dan masukan Senat menunjukkan tingkat tata kelola partisipatif. Namun, otoritas akhir yayasan dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya jika komunitas universitas percaya bahwa preferensi mereka diabaikan. Sejarah gugatan hukum mengimplikasikan bahwa interpretasi dan penerapan peraturan ini telah diperebutkan, menunjukkan potensi ambiguitas atau ketidakseimbangan kekuasaan dalam sistem.
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) telah beroperasi di bawah beberapa versi statuta yang mengaturnya, terutama termasuk Statuta Tahun 2000 dan Statuta Tahun 2016.1 Keberadaan beberapa statuta mencerminkan adaptasi universitas dari waktu ke waktu. Statuta Tahun 2000 secara khusus diberlakukan sebagai respons terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.1 Hal ini mengindikasikan bahwa statuta tahun 2000 merupakan upaya langsung untuk menyelaraskan tata kelola universitas dengan peraturan pendidikan tinggi nasional.
Perbandingan langsung antara Statuta Tahun 2000 dan Statuta Tahun 2016 mengungkapkan adanya perubahan signifikan dalam kewenangan Rektor khususnya terkait penunjukan dekan.1 Pergeseran kewenangan ini merupakan aspek kunci dari isu-isu tata kelola saat ini.
Dalam Statuta Tahun 2000, Pasal 37 ayat 1 dan 2 secara eksplisit menyatakan bahwa calon Dekan dipilih oleh Rapat Senat Fakultas yang diadakan khusus untuk itu, dan kemudian diusulkan kepada Rektor oleh Dekan terpilih.1 Ketentuan ini dengan jelas memberikan wewenang pemilihan awal dekan kepada senat fakultas. Hal ini dikuatkan oleh sumber lain.64 Namun, ketentuan ini tidak lagi ditemukan dalam Statuta UKSW Tahun 2016.1 Tidak adanya ketentuan ini menandai keberangkatan signifikan dari model tata kelola sebelumnya.
Di bawah statuta yang lebih baru ini, kewenangan untuk menunjuk dekan dan pimpinan fakultas kini sepenuhnya berada di tangan Rektor.1 Sentralisasi kekuasaan penunjukan ini di kantor Rektor merupakan elemen krusial dalam memahami konflik saat ini. Hal ini semakin didukung oleh sumber lain.65 Statuta 2016, khususnya dalam Pasal 18 yang menguraikan tugas dan wewenang Pimpinan Universitas, dan ayat 4 (i) yang secara khusus membahas tugas dan wewenang Rektor, secara eksplisit memberikan Rektor wewenang untuk menunjuk dekan atau pimpinan fakultas.63 Pernyataan eksplisit dalam statuta ini secara formal mengkodifikasi kekuasaan Rektor dalam hal ini.
Transisi dari Senat Fakultas yang memilih dan mengusulkan dekan (di bawah Statuta 2000) menjadi Rektor yang memiliki wewenang tunggal untuk menunjuk mereka (di bawah Statuta 2016) merepresentasikan pergeseran mendasar dalam keseimbangan kekuasaan di UKSW. Sentralisasi wewenang di tangan Rektor ini berpotensi memiliki implikasi signifikan terhadap otonomi fakultas, proses demokrasi di dalam universitas, dan budaya tata kelola secara keseluruhan.
Perubahan ini secara langsung menghilangkan elemen penting dari tata kelola mandiri fakultas. Sebelumnya, fakultas memiliki suara langsung dalam menentukan siapa pemimpin mereka. Di bawah statuta baru, kekuasaan ini terkonsentrasi di tingkat administrasi tertinggi universitas. Pergeseran ini dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya di antara anggota fakultas dan persepsi bahwa suara mereka tidak lagi seberpengaruh dalam pemilihan pemimpin mereka.
Fitur | Statuta UKSW Tahun 2000 | Statuta UKSW Tahun 2016 |
Pemilihan Calon Dekan | Dipilih oleh Rapat Senat Fakultas | Tidak disebutkan, kewenangan Rektor |
Pengusulan Calon Dekan | Diusulkan kepada Rektor oleh Dekan terpilih | Tidak relevan |
Kewenangan Penunjukan Dekan | Tidak disebutkan secara eksplisit dalam kewenangan Rektor | Sepenuhnya berada di tangan Rektor |
Dampak | Lebih demokratis, melibatkan suara fakultas | Potensi nepotisme, dominasi pimpinan universitas, kurang demokratis |
Tabel ini menyajikan representasi visual yang jelas dan ringkas mengenai perubahan kunci dalam proses pengangkatan dekan antara Statuta UKSW tahun 2000 dan 2016. Pergeseran dari pemilihan oleh senat fakultas ke penunjukan langsung oleh Rektor disoroti secara tajam, menggarisbawahi sentralisasi kekuasaan. Dampak yang dicatat, seperti potensi nepotisme dan berkurangnya masukan demokratis, secara langsung mencerminkan kekhawatiran yang diungkapkan oleh fakultas yang melakukan protes. Menyajikan informasi ini dalam format tabel memungkinkan perbandingan langsung dan mudah dipahami dari kedua kerangka hukum terkait pengangkatan dekan. Hal ini secara visual memperkuat argumen bahwa Statuta 2016 secara signifikan mengubah struktur tata kelola terkait pemilihan kepemimpinan fakultas, yang berpotensi menyebabkan ketidakpuasan yang diungkapkan selama demonstrasi.
Perubahan kewenangan ini telah menimbulkan beberapa kekhawatiran.1 Kekhawatiran-kekhawatiran ini menjadi bagian signifikan dari alasan di balik protes fakultas.
Pertama, adanya potensi praktik nepotisme, di mana kedekatan calon dekan dengan Rektor dapat menjadi faktor penentu dalam pemilihan, mengesampingkan kriteria formal.1 Kekhawatiran akan favoritisme yang merusak seleksi berdasarkan merit merupakan poin utama perselisihan.
Kedua, Statuta Tahun 2016 dinilai melanggengkan dominasi pihak penguasa di universitas dan tidak lagi menerapkan cara yang demokratis dalam pemilihan pimpinan fakultas, karena pemilihan dilakukan oleh Rektor, bukan oleh senat fakultas yang bersangkutan.1 Persepsi berkurangnya masukan demokratis ini merupakan keluhan inti dari fakultas.
Ketiga, kewenangan Senat Fakultas sebagai badan tertinggi di fakultas juga dinilai menjadi lebih kecil karena hanya menjadi pelaksana aturan yang ditetapkan oleh pihak universitas.1 Persepsi melemahnya kewenangan Senat Fakultas ini semakin memperkuat rasa hilangnya otonomi. Perubahan inilah yang kemungkinan besar menjadi salah satu pemicu utama ketidakpuasan dan aksi protes yang terjadi, karena fakultas merasa kehilangan otonomi dalam memilih pemimpinnya.1 Pernyataan ini secara langsung menghubungkan perubahan statuta dengan protes-protes selanjutnya.
Kekhawatiran fakultas mengenai Statuta 2016 yang mengikis otonomi fakultas dan berpotensi mengarah pada penunjukan nepotisme secara langsung terkait dengan pergeseran wewenang penunjukan dekan kepada Rektor. Persepsi hilangnya masukan demokratis dan tata kelola mandiri di dalam fakultas ini merupakan pendorong signifikan dari konflik saat ini dan menyoroti perbedaan mendasar mengenai prinsip-prinsip tata kelola universitas.
Ketakutan fakultas adalah konsekuensi logis dari perubahan statuta. Ketika kekuasaan untuk memilih pemimpin dicabut dari fakultas itu sendiri dan dipusatkan di puncak, hal itu secara alami menimbulkan kekhawatiran tentang kriteria yang digunakan untuk seleksi dan potensi keputusan didasarkan pada faktor selain merit atau preferensi fakultas. Pergeseran ini dapat menumbuhkan rasa tidak berdaya dan merusak legitimasi kepemimpinan fakultas di mata komunitas akademik.
Berdasarkan informasi yang tersedia, terutama terkait adanya protes mengenai keputusan rektor terkait pergantian dekan atau pejabat lain, kewenangan rektor dalam mengangkat dan memberhentikan staf, termasuk dosen atau pejabat struktural, kemungkinan besar tidak bersifat mutlak atau sepihak sepenuhnya menurut Statuta.1
Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada mekanisme pengawasan dan keseimbangan terhadap kekuasaan Rektor dalam masalah kepegawaian. Statuta perguruan tinggi pada umumnya mengatur tata kelola universitas yang melibatkan berbagai organ, seperti Senat Universitas, dalam pengambilan keputusan strategis terkait kepegawaian akademik.1
Hal ini mengindikasikan bahwa keputusan kepegawaian, terutama yang menyangkut staf akademik, kemungkinan tunduk pada pengawasan kelembagaan yang lebih luas. Peraturan Kepegawaian Pegawai Pendidik dan Kependidikan di lingkungan YPTKSW, yang juga berlaku di UKSW, juga menjadi dasar hukum terkait hak dan kewajiban pegawai, termasuk prosedur pengangkatan, penempatan, mutasi, dan pemberhentian.1
Peraturan-peraturan ini kemungkinan menguraikan proses formal yang harus diikuti dalam tindakan kepegawaian. Keputusan rektor dalam hal kepegawaian biasanya tunduk pada peraturan yayasan dan statuta universitas, serta kemungkinan memerlukan persetujuan atau konsultasi dengan badan lain dalam struktur universitas atau yayasan, tergantung pada jenjang jabatan dan jenis keputusannya.1
Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Rektor tidak tidak terkendali dan kemungkinan tunduk pada protokol kelembagaan. Adanya protes dari dosen dan mahasiswa terkait keputusan ini menunjukkan adanya pandangan bahwa proses atau dasar pengambilan keputusan tersebut dianggap tidak sesuai dengan tata kelola yang diharapkan atau diatur.1
Hal ini menyoroti persepsi bahwa tindakan Rektor dalam masalah kepegawaian, khususnya pemberhentian Dekan Fakultas Hukum, mungkin telah menyimpang dari norma atau peraturan yang berlaku. YPTKSW mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur kepegawaian staf akademik (SK Pengurus YPTKSW Nomor 156/B/YSW/VII/2017) dan staf administrasi (SK Pengurus YPTKSW Nomor 157/B/YSW/VII/2017).58 Peraturan-peraturan ini kemungkinan merinci prosedur untuk perekrutan, evaluasi, promosi, dan pemberhentian staf. Peraturan-peraturan ini secara eksplisit menyatakan bahwa hak-hak staf akademik dan administrasi tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin.61 UKSW juga memiliki kebijakan internal terkait masalah kepegawaian, seperti Surat Keputusan Rektor Nomor 008/KR/11/2023 mengenai pola pembinaan mahasiswa 60, meskipun relevansi langsung keputusan ini dengan pengangkatan dan pemberhentian fakultas tidak jelas.
Meskipun Statuta 2016 memberikan wewenang yang signifikan kepada Rektor dalam pengangkatan dekan, konteks yang lebih luas dari statuta universitas dan peraturan kepegawaian YPTKSW menunjukkan bahwa kekuasaan Rektor untuk memberhentikan staf kemungkinan tidak mutlak dan tunduk pada prosedur yang ditetapkan dan berpotensi pengawasan dari badan-badan seperti Senat Universitas.
Protes, khususnya dari Fakultas Hukum, sangat mengindikasikan persepsi bahwa prosedur ini tidak diikuti dalam kasus pemberhentian dekan, yang menyebabkan tuduhan tindakan sepihak dan berpotensi melanggar hukum oleh Rektor. Keberadaan peraturan kepegawaian yang rinci di tingkat yayasan mengimplikasikan kerangka kerja untuk keputusan kepegawaian yang adil dan transparan, dan protes menunjukkan potensi pelanggaran atau pengabaian terhadap norma-norma yang telah ditetapkan ini. Oleh karena itu, masalahnya bukan hanya tentang Rektor yang memiliki kekuasaan untuk menunjuk, tetapi apakah proses pemberhentian mematuhi persyaratan hukum dan prosedural yang telah ditetapkan.

Bagian 4: Relevansi Struktur Kewenangan dengan Demonstrasi Dosen dan Mahasiswa
Tuntutan utama dari Fakultas Teknologi Informasi (FTI) berfokus pada perbaikan fasilitas, dengan penekanan khusus pada jaringan internet.7 Dekan FTI, Prof. Danny Manongga, dengan tajam mengungkapkan ironi dari fakultas TI besar yang berjuang dengan akses internet yang “amburadul”.1 Diduga banyak usulan kegiatan dan peningkatan fasilitas yang berasal dari fakultas ditolak oleh Rektorat.1 Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan fakultas dan prioritas atau alokasi sumber daya administrasi. Fakultas juga mengajukan desakan agar dilakukan audit keuangan di lingkungan kampus.1 Hal ini mengindikasikan adanya kekhawatiran mengenai transparansi dan pengelolaan keuangan universitas. Prof. Danny juga melontarkan kritik keras terhadap perilaku pimpinan UKSW yang dianggap arogan dan tidak berpihak pada sivitas akademika FTI.1 Hal ini menunjuk pada rusaknya komunikasi dan kepercayaan antara fakultas dan pimpinan. Fakultas bahkan menilai bahwa FTI dijadikan sapi perah oleh pimpinan melalui tindakan penggunaan anggaran yang tidak berpihak pada sivitas akademika FTI UKSW.1
Tuduhan serius ini menyoroti kebencian mendalam atas alokasi sumber daya. Klemens Imanuel, Ketua Senat Mahasiswa FTI UKSW, juga menyoroti kondisi di fakultasnya, terutama buruknya koneksi WiFi di kampus mereka, yang terpisah dari kampus induk dan berlokasi di perbukitan.1 Hal ini memperkuat tantangan praktis yang dihadapi mahasiswa akibat infrastruktur yang tidak memadai.
Tuntutan FTI bersifat Beragam, mencakup isu-isu nyata seperti fasilitas yang tidak memadai dan aspek-aspek tidak berwujud seperti persepsi arogansi dan perlakuan tidak adil oleh pimpinan universitas. Tuduhan kuat diperlakukan sebagai “sapi perah” menunjukkan ketidakpercayaan mendasar pada prioritas keuangan administrasi dan perasaan bahwa kontribusi fakultas tidak diinvestasikan kembali secara memadai untuk kebutuhan mereka. Kekhawatiran senat mahasiswa tentang koneksi internet yang buruk semakin menggarisbawahi dampak praktis dari isu-isu ini pada lingkungan belajar.
FTI, sebagai fakultas yang berfokus pada teknologi, dapat dimengerti memprioritaskan infrastruktur internet yang kuat. Fakta bahwa mereka menghadapi masalah signifikan di bidang ini, ditambah dengan perasaan bahwa kontribusi keuangan mereka tidak diimbangi dengan sumber daya yang memadai, menunjukkan potensi ketidakselarasan antara prioritas strategis universitas dan kebutuhan unit akademik utama. Tuduhan arogansi dari pimpinan semakin menunjukkan rusaknya komunikasi dan kurangnya respons terhadap kekhawatiran fakultas.
Fakultas Hukum telah memulai aksi demonstrasi lebih awal, pada hari Jumat, 2 Mei 2025, menolak pergantian dekan dan jajaran pejabat struktural secara tiba-tiba.1 Aksi awal ini mengindikasikan reaksi yang kuat dan segera terhadap perubahan kepemimpinan di dalam fakultas. Rezky Passiuola, Koordinator aksi FH, menilai pergantian tersebut sebagai bentuk kesewenang-wenangan rektorat.1
Tuduhan tindakan sewenang-wenang ini menyoroti persepsi fakultas tentang ketidakadilan dan kurangnya proses hukum. Pejabat lama yang diberhentikan secara spesifik disebutkan namanya, termasuk Dekan Prof. Dr. Umbu Rauta, Ninon Melatyugra, Freidelino PRA de Sousa, dan Prof. Dr. Christina Maya Indah (dari jabatan Kaprodi S2 Ilmu Hukum).1
Pemberhentian tokoh-tokoh kunci ini kemungkinan mengguncang kepemimpinan fakultas dan memicu protes. Fakultas mempersoalkan SK Rektor yang dikeluarkan mendadak pada 30 April 2025 pukul 23.00 WIB dan langsung berlaku keesokan harinya, yang dianggap tidak mencerminkan nilai keadilan Satya Wacana.1 Waktu dan pemberlakuan langsung SK tersebut dianggap tidak sopan dan bertentangan dengan nilai-nilai universitas.
Fakultas Hukum mengeluarkan TANGGAPAN terhadap penjelasan Rektor, dengan tegas membantah klaim bahwa perubahan kepemimpinan tersebut “alamiah” dan menyatakan bahwa proses dilakukan dengan tidak memenuhi due process of law.1 Bantahan rinci ini mengindikasikan adanya ketidaksepakatan mendalam dengan narasi administrasi. Fakultas menyoroti inkonsistensi dalam tindakan administrasi, mencatat surat teguran keras pertama dan terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2024, diikuti oleh surat apresiasi kinerja oleh Rektor kepada Dekan FH pada tanggal 10 Januari 2025, yang menunjukkan bahwa kinerja Dekan tidak bermasalah.1 Pesan-pesan yang bertentangan ini menimbulkan pertanyaan tentang alasan sebenarnya pemberhentian tersebut.
Fakultas juga mengkritik proses evaluasi atas kinerja SATUHATI yang tidak transparan dan akuntabel dan tidak terdapat upaya hukum secara internal bagi Pimpinan FH untuk menjalankan hak untuk didengarkan, hak untuk memberikan pendapat, dan hak untuk mendapatkan penjelasan dari Rektor atas pemberhentian Pimpinan FH.1 Hal ini menggarisbawahi perasaan fakultas yang diperlakukan tidak adil dan ditolak hak-hak mereka.
Fakultas Hukum lebih lanjut berpendapat bahwa tindakan Rektor bertentangan dengan idealisme UKSW, Statuta UKSW, dan Peraturan Kepegawaian.1 Ini adalah tuduhan serius, yang menunjukkan potensi pelanggaran hukum dan etika. Fakultas juga memberikan daftar rinci prestasi institusional dan peningkatan kualitas pembelajaran di bawah kepemimpinan Dekan yang diberhentikan, membantah implikasi Rektor bahwa perubahan tersebut diperlukan untuk peningkatan kinerja.1
Hal ini menunjukkan dukungan kuat fakultas terhadap mantan pemimpin mereka dan keyakinan mereka pada kemampuannya. Selain itu, fakultas menekankan luasnya jaringan FH yang ada, baik di tingkat nasional maupun internasional, membantah klaim Rektor bahwa dekan baru diangkat untuk meningkatkan jaringan.1 Hal ini menantang alasan yang dinyatakan untuk perubahan kepemimpinan.
Terakhir, Fakultas Hukum membela peran aktif Prof. Umbu Rauta yang berkelanjutan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan perannya sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara bahkan saat menjabat sebagai Dekan, secara langsung menanggapi alasan Rektor untuk pemberhentiannya.1 Bantahan komprehensif ini mengindikasikan fakultas yang sangat berinvestasi dalam membela mantan pemimpin mereka dan menantang tindakan administrasi.
Tanggapan Fakultas Hukum mengungkapkan konflik yang sangat mendalam dengan administrasi universitas, jauh melampaui sekadar ketidaksepakatan mengenai perubahan personel. Bantahan rinci, yang mengutip inkonsistensi, kurangnya proses hukum, dan potensi pelanggaran peraturan universitas, menggambarkan fakultas yang merasa diperlakukan tidak adil dan dilucuti otonominya. Waktu dan cara pemberhentian dekan tampaknya sangat provokatif, menunjukkan pengabaian terhadap norma-norma tata kelola universitas yang mapan dan nilai-nilai universitas itu sendiri yang dinyatakan.
Pembelaan kuat fakultas terhadap mantan dekan mereka dan pencapaian mereka di bawah kepemimpinannya semakin merusak alasan administrasi untuk perubahan tersebut. Tingkat detail dan nada menuduh dalam tanggapan Fakultas Hukum mengindikasikan rusaknya kepercayaan dan komunikasi yang signifikan dengan administrasi universitas. Argumen balasan fakultas yang cermat, didukung oleh tanggal dan peristiwa spesifik, menunjukkan bahwa mereka telah menganalisis situasi dengan cermat dan percaya bahwa tindakan Rektor tidak hanya tidak adil tetapi juga berpotensi melanggar peraturan dan prinsip universitas.
Situasi ini secara langsung menyoroti ketegangan yang diciptakan oleh peningkatan wewenang Rektor di bawah Statuta 2016 untuk menunjuk dekan tanpa persetujuan atau masukan sebelumnya dari fakultas.
Fakultas Teologi juga dilaporkan turut serta dalam aksi pada 5 Mei 2025, menyoroti persoalan serupa terkait perilaku pimpinan UKSW yang dinilai arogan dan menciptakan suasana tidak nyaman.1 Kekhawatiran juga muncul terkait persoalan pemberhentian Pendeta Rama Tulus, yang kemudian diklarifikasi oleh Rektor bahwa Pendeta Rama Tulus tidak diberhentikan, melainkan menulis surat pengunduran diri yang diproses oleh pimpinan universitas dan Yayasan.1
Mahasiswa Fakultas Teologi secara khusus menyuarakan tuntutan, termasuk menolak penyalahgunaan kekuasaan, menuntut agar Rektor kembali pada model kepemimpinan yang selaras dengan nilai-nilai Satya Wacana, dan menuntut pertanggungjawaban atas ketidakadilan terhadap Pdt. Rama Tulus.18 Tuntutan-tuntutan spesifik ini menggarisbawahi kekhawatiran fakultas dan mahasiswa mengenai gaya kepemimpinan Rektor dan kepatuhan terhadap nilai-nilai inti universitas.
Meskipun informasi awal mengenai keterlibatan Fakultas Teologi kurang rinci dibandingkan dengan FTI dan FH, partisipasi mereka dalam protes dan tuntutan spesifik mereka mengenai kepemimpinan Rektor dan situasi dengan Pdt. Rama Tulus mengindikasikan adanya kekhawatiran bersama mengenai tata kelola universitas dan kepatuhan terhadap nilai-nilai yang dinyatakan.
Laporan awal mengenai pemberhentian yang kemudian diklarifikasi sebagai pengunduran diri menyoroti pentingnya informasi yang akurat dan potensi perbedaan interpretasi peristiwa di dalam komunitas universitas. Fokus Fakultas Teologi pada gaya kepemimpinan Rektor dan seruan untuk kembali ke nilai-nilai Satya Wacana menunjukkan kekhawatiran mengenai arah etika dan moral universitas di bawah kepemimpinan saat ini.
Tuntutan pertanggungjawaban terkait Pdt. Rama Tulus mengindikasikan potensi masalah dengan bagaimana masalah kepegawaian ditangani dan dikomunikasikan di dalam fakultas dan komunitas universitas yang lebih luas.
Perubahan kewenangan Rektor terkait penunjukan dekan di bawah Statuta 2016 tampaknya menjadi pemicu utama ketidakpuasan dan aksi protes yang terjadi, terutama di Fakultas Hukum, di mana Dekan diganti secara tiba-tiba.1 Hubungan langsung antara perubahan statuta dan reaksi fakultas sangat jelas.
Kekhawatiran yang muncul tentang potensi praktik nepotisme dan tidak lagi menerapkan cara yang demokratis dalam pemilihan pimpinan fakultas, keduanya berasal dari Statuta 2016, selaras langsung dengan tuduhan FH tentang kesewenang-wenangan rektorat dalam penggantian dekan.1
Persepsi fakultas tentang proses pemilihan pemimpin mereka yang kurang demokratis merupakan keluhan utama. Keluhan FTI mengenai alokasi anggaran, penolakan proposal fakultas, dan persepsi arogansi pimpinan mungkin juga secara tidak langsung terkait dengan proses pengambilan keputusan yang lebih tersentralisasi di bawah kepemimpinan saat ini, yang diberdayakan oleh Statuta 2016 yang memberikan wewenang yang lebih luas kepada Rektor.1 Meskipun tidak sedekat kasus FH, peningkatan kekuasaan Rektor juga dapat berperan dalam persepsi mereka tentang diperlakukan tidak adil.
Waktu terjadinya demonstrasi, setelah implementasi Statuta 2016 yang secara signifikan meningkatkan kekuasaan Rektor atas pengangkatan fakultas, sangat menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara perubahan struktur kewenangan dan pecahnya protes.
Reaksi langsung dan kuat dari Fakultas Hukum terhadap pemberhentian dekan, ditambah dengan kritik eksplisit mereka terhadap sifat tidak demokratis dari proses pengangkatan yang baru, menyoroti bagaimana perubahan statuta secara langsung mempengaruhi otonomi fakultas dan berkontribusi pada krisis saat ini.
Meskipun isu-isu FTI lebih berkaitan dengan sumber daya dan gaya kepemimpinan, kekuasaan yang tersentralisasi di bawah Statuta 2016 juga dapat berperan dalam persepsi mereka tentang diperlakukan tidak adil.
Urutan kejadian sangat penting di sini. Statuta 2016 memusatkan kekuasaan di tangan Rektor terkait pengangkatan dekan. Tak lama kemudian, Dekan Fakultas Hukum diberhentikan oleh Rektor, memicu protes langsung dan kuat dari fakultas yang merasa tindakan ini sewenang-wenang dan melanggar proses hukum. Kedekatan temporal ini, dikombinasikan dengan sifat keluhan, sangat menunjukkan adanya hubungan kausal. Isu-isu FTI, meskipun berfokus pada sumber daya, juga dapat diperburuk oleh proses pengambilan keputusan yang lebih tersentralisasi dan kurang konsultatif yang dimungkinkan oleh peningkatan wewenang Rektor.
Menanggapi aksi demonstrasi, Rektor UKSW Salatiga, Prof. Intiyas Utami, memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa pergantian pejabat di lingkungan UKSW, termasuk di Fakultas Hukum, telah melalui proses evaluasi oleh pimpinan universitas dan merupakan rotasi kepemimpinan yang dianggap alamiah untuk meningkatkan kinerja.1 Hal ini menunjukkan upaya untuk membingkai perubahan kepemimpinan sebagai hal rutin dan bermanfaat.
Mengenai mantan Dekan FH, Prof. Umbu Rauta, Rektor menyatakan ia diharapkan fokus sebagai Guru Besar Tata Negara.1 Hal ini disampaikan sebagai penugasan kembali tanggung jawab yang positif.
Pemberhentian Wakil Dekan Indirani Wauran disebut telah dikomunikasikan dan diberi kesempatan studi doktoral.1 Hal ini menunjukkan upaya untuk mengurangi persepsi negatif pemberhentian tersebut.
Terkait tuntutan fasilitas dari FTI, Prof. Intiyas mengklaim bahwa pihak universitas sudah melakukan penambahan komputer dan perbaikan infrastruktur kelas tematik.1 Ia juga menyebut perbaikan jalan menuju FTI sudah dilakukan sebagai bagian dari perhatian pimpinan.
Untuk isu di Fakultas Teologi, Rektor mengklarifikasi bahwa Pendeta Rama Tulus tidak diberhentikan, melainkan menulis surat pengunduran diri yang diproses oleh pimpinan universitas dan Yayasan.1 Prof. Intiyas menegaskan bahwa UKSW adalah kampus yang memberi ruang bagi mahasiswa untuk berpendapat, sesuai statuta dan ketentuan yang berlaku, namun berpesan agar penyampaian aspirasi dilakukan dengan data valid dan positif agar tidak dimanfaatkan pihak lain.1 Hal ini menekankan komitmen universitas terhadap kebebasan berpendapat sambil juga mendesak komunikasi yang bertanggung jawab.
Namun, Para Dosen Fakultas Hukum memberikan TANGGAPAN kembali, secara eksplisit menyatakan bahwa tanggapan Rektor sangatlah keliru untuk mengasosiasikan pemberhentian Pimpinan FH sebagai sesuatu yang “alamiah/biasa”.1 Bantahan keras ini mengindikasikan adanya ketidaksepakatan yang signifikan dengan interpretasi Rektor terhadap peristiwa tersebut. Fakultas Hukum secara khusus membantah penggunaan istilah “alamiah”, dengan alasan bahwa proses dilakukan dengan tidak memenuhi due process of law, mengutip inkonsistensi dalam surat peringatan dan apresiasi, kurangnya transparansi dalam evaluasi kinerja, dan penolakan hak pimpinan fakultas untuk didengarkan.1
Argumen balasan yang rinci ini secara langsung menantang alasan Rektor untuk pemberhentian tersebut. Fakultas juga membantah klaim Rektor mengenai kualifikasi dan jaringan dekan baru yang unggul, menyoroti pencapaian signifikan dekan sebelumnya dan koneksi kuat fakultas yang sudah ada.1 Hal ini semakin merusak alasan administrasi untuk perubahan kepemimpinan.
Terakhir, fakultas FH secara langsung membantah pernyataan Rektor tentang Prof. Umbu Rauta yang dapat fokus pada perannya sebagai profesor, menekankan pemenuhan Tri Dharma yang berkelanjutan bahkan saat menjabat sebagai Dekan.1 Bantahan rinci dan poin demi poin dari Fakultas Hukum ini menggarisbawahi jurang pemisah yang dalam antara perspektif administrasi dan pemahaman fakultas tentang situasi tersebut.
Tanggapan awal Rektor berusaha meremehkan signifikansi protes dan membingkai perubahan kepemimpinan sebagai masalah administratif rutin yang bertujuan untuk meningkatkan universitas. Namun, bantahan rinci dan tegas dari Fakultas Hukum, yang secara langsung bertentangan dengan penjelasan Rektor dan menyoroti dugaan pelanggaran prosedural dan penyimpangan fakta, mengungkapkan konflik yang jauh lebih dalam dan lebih diperdebatkan. Pertukaran ini mengindikasikan rusaknya kepercayaan dan komunikasi yang signifikan antara administrasi universitas dan fakultas utama, yang menunjukkan bahwa isu-isu tersebut jauh dari sekadar kesalahpahaman sederhana atau “rotasi kepemimpinan yang alami”.
Tanggapan rinci fakultas, didukung oleh contoh dan garis waktu spesifik, sangat merusak narasi Rektor dan menunjukkan krisis tata kelola yang serius di UKSW. Tanggapan Rektor berfokus pada pembenaran tindakan sebagai bagian dari operasi universitas yang normal dan menyoroti hasil positif (peningkatan kinerja, fokus pada tugas-tugas profesor).
Namun, tanggapan balasan komprehensif dari fakultas FH, yang dengan cermat menanggapi setiap poin yang dibuat oleh Rektor dan menyajikan bukti yang bertentangan, menunjukkan ketidaksepakatan mendasar mengenai fakta dan interpretasi peristiwa. Penggunaan bahasa yang kuat oleh fakultas (“sangatlah keliru”) dan penekanan mereka pada proses hukum dan pelanggaran peraturan menunjukkan bahwa mereka menganggap tindakan Rektor tidak sah dan merugikan prinsip-prinsip universitas. Tingkat bantahan yang langsung dan rinci ini menunjukkan erosi kepercayaan yang serius dan masalah tata kelola yang signifikan yang melampaui sekadar ketidaksepakatan.
Bagian 5: Penilaian Tata Kelola Universitas dan Rekomendasi
Terjadinya demonstrasi skala besar yang melibatkan baik fakultas maupun mahasiswa di berbagai fakultas dapat diartikan sebagai indikator signifikan adanya potensi kekurangan dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola universitas yang baik di UKSW.1
Protes yang meluas sering kali menandakan rusaknya komunikasi, kepercayaan, atau kepuasan terhadap kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan institusi. Fakultas Teknologi Informasi (FTI) menuntut audit keuangan yang menyeluruh dan kritik Fakultas Hukum (FH) terhadap sifat mendadak dan tidak transparan dari penggantian dekan sangat menunjukkan adanya persepsi kurangnya transparansi baik dalam pengelolaan keuangan maupun proses pengambilan keputusan kunci di dalam universitas.1
Bantahan rinci fakultas juga menyoroti kurangnya keterbukaan dalam proses evaluasi kinerja. Bantahan rinci dan poin demi poin dari Fakultas Hukum terhadap penjelasan Rektor mengenai pemberhentian dekan dengan jelas menunjukkan adanya tuntutan akuntabilitas yang kuat dari pimpinan universitas terkait justifikasi dan prosedur yang digunakan dalam membuat keputusan personel yang signifikan tersebut.1
Desakan fakultas terhadap proses hukum dan tantangan mereka terhadap narasi Rektor mengindikasikan keinginan agar administrasi bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya. Perubahan mendasar dalam struktur tata kelola universitas yang diakibatkan oleh Statuta 2016, yang secara signifikan mengurangi peran Senat Fakultas dalam pengangkatan dekan, ditambah dengan protes yang meluas terhadap keputusan Rektor, sangat menunjukkan adanya persepsi kurangnya partisipasi yang berarti dari komunitas akademik dalam masalah tata kelola kunci.1 Perasaan fakultas kehilangan otonomi dalam memilih pemimpin mereka merupakan konsekuensi langsung dari berkurangnya partisipasi ini.
Kombinasi tuntutan akan transparansi keuangan, desakan akuntabilitas untuk keputusan kepemimpinan, dan persepsi erosi partisipasi fakultas dalam tata kelola, yang semuanya disoroti oleh demonstrasi baru-baru ini, sangat mengindikasikan bahwa UKSW mungkin menghadapi tantangan signifikan dalam mematuhi prinsip-prinsip inti tata kelola universitas yang baik. Rusaknya kepercayaan dan pengambilan keputusan bersama ini dapat memiliki konsekuensi serius bagi lingkungan akademik, reputasi, dan keberlanjutan jangka panjang universitas.
Tata kelola universitas yang baik ditandai dengan keterbukaan, jalur tanggung jawab yang jelas, dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Protes di UKSW mengungkapkan potensi kekurangan di ketiga bidang ini.
Tuntutan audit keuangan menunjukkan kurangnya kepercayaan pada pengelolaan keuangan universitas. Bantahan rinci dari Fakultas Hukum mengindikasikan ketidakpuasan terhadap akuntabilitas kepemimpinan. Dan kontroversi seputar pengangkatan dekan, yang terkait dengan Statuta 2016, menunjuk pada persepsi kurangnya partisipasi fakultas dalam keputusan tata kelola yang krusial. Isu-isu ini secara kolektif menunjukkan adanya masalah sistemik dengan kerangka tata kelola universitas.
Analisis kinerja Rektor yang komprehensif dan definitif dalam konteks Statuta dan peraturan lain yang berlaku akan memerlukan tinjauan menyeluruh terhadap dokumen-dokumen khusus ini secara keseluruhan, yang tidak sepenuhnya disediakan dalam cuplikan penelitian.1
Oleh karena itu, penilaian hukum dan prosedural yang lengkap dibatasi oleh informasi yang tersedia. Namun, protes yang meluas dan argumen balasan rinci yang disajikan oleh Fakultas Hukum menimbulkan pertanyaan signifikan mengenai apakah tindakan Rektor, khususnya terkait pemberhentian dekan dan pimpinan fakultas lainnya secara tiba-tiba, sepenuhnya konsisten dengan semangat dan ketentuan spesifik peraturan-peraturan yang mengatur ini, terutama dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip fundamental proses hukum dalam keputusan personel dan penghormatan terhadap otonomi fakultas dalam kepemimpinan akademik.1
Penegasan kuat fakultas bahwa tindakan Rektor bertentangan dengan Statuta dan Peraturan Kepegawaian menggarisbawahi keseriusan kekhawatiran ini. Kinerja Rektor secara keseluruhan dapat dievaluasi secara komprehensif berdasarkan beberapa aspek kunci yang biasanya diuraikan dalam statuta universitas dan kerangka tata kelola. Ini termasuk, namun tidak terbatas pada, kepatuhan Rektor terhadap prinsip-prinsip tata kelola universitas yang baik, transparansi dan keadilan proses yang digunakan dalam membuat keputusan strategis dan personel, efektivitas komunikasi dan keterlibatan dengan komunitas akademik yang lebih luas, dan pemeliharaan lingkungan akademik yang positif dan produktif secara keseluruhan.1 Peristiwa baru-baru ini menunjukkan potensi tantangan di beberapa bidang ini.
Meskipun evaluasi konklusif terhadap kinerja Rektor memerlukan pemeriksaan rinci terhadap kerangka hukum dan peraturan yang lengkap, tingkat ketidaksepakatan yang signifikan dan tuduhan spesifik tentang pelanggaran prosedural dan pengabaian otonomi fakultas yang berasal dari protes, terutama dari Fakultas Hukum, sangat mengindikasikan potensi kekhawatiran mengenai gaya kepemimpinan Rektor dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tata kelola bersama dan proses hukum.
Bantahan rinci fakultas terhadap justifikasi Rektor semakin menggarisbawahi perlunya tinjauan menyeluruh dan tidak memihak terhadap tindakan Rektor dalam terang dokumen-dokumen yang mengatur universitas dan norma-norma kepemimpinan akademik yang mapan.
Protes dan tanggapan rinci Fakultas Hukum memberikan informasi yang substansial, meskipun berpotensi bias, yang menunjukkan adanya potensi ketidakselarasan antara tindakan Rektor dan prinsip-prinsip yang mengatur universitas. Tuduhan kurangnya proses hukum, inkonsistensi yang disoroti dalam garis waktu peristiwa, dan pembelaan kuat terhadap mantan dekan semuanya menunjuk pada kebutuhan untuk menilai apakah keputusan Rektor dibuat sesuai dengan Statuta dan Peraturan Kepegawaian. Situasi ini memerlukan pemeriksaan cermat terhadap dokumen hukum yang relevan dan pertimbangan perspektif semua pihak yang terlibat untuk menentukan kesesuaian dan legalitas tindakan Rektor.
Senat Universitas di UKSW secara eksplisit disebutkan memiliki peran dalam mekanisme pengangkatan rektor.1 Keterlibatan ini, bahkan jika terutama bersifat penasihat, menempatkan Senat sebagai badan kunci dalam proses transisi kepemimpinan universitas. Statuta universitas kemungkinan menguraikan tanggung jawab Senat yang lebih luas, yang biasanya mencakup pengawasan urusan akademik, memastikan kualitas pendidikan dan penelitian, serta memberikan nasihat dan rekomendasi kepada Rektor mengenai isu-isu strategis.1
Ruang lingkup otoritas dan tanggung jawab Senat yang spesifik akan dirinci dalam statuta lengkap. Situasi saat ini di UKSW, yang ditandai dengan konflik signifikan antara administrasi dan fakultas serta mahasiswa, menggarisbawahi pentingnya peran Senat dalam memediasi perselisihan ini dan memastikan bahwa struktur tata kelola universitas berfungsi secara efektif dan sesuai dengan prinsip dan peraturan yang dinyatakan.
Senat, sebagai badan perwakilan komunitas akademik, memiliki peran krusial dalam memfasilitasi dialog dan menemukan solusi. Selain itu, Dewan Pegawai, yang ketuanya menjabat sebagai salah satu anggota Senat Universitas 58, menyediakan jalur lain untuk representasi kepentingan staf dalam badan-badan pengatur universitas. Keterlibatan ini menunjukkan upaya untuk memastikan bahwa perspektif staf akademik dan administrasi dipertimbangkan dalam tata kelola universitas.
Senat Universitas, yang terdiri dari perwakilan dari seluruh komunitas akademik, memegang peran yang berpotensi sangat penting dalam mengatasi krisis saat ini di UKSW. Keterlibatannya dalam pemilihan rektor dan mandatnya yang mungkin untuk mengawasi urusan akademik dan menasihati Rektor menempatkannya sebagai institusi kunci untuk memediasi konflik antara administrasi dan fakultas serta mahasiswa. Keikutsertaan Ketua Dewan Pegawai dalam Senat semakin menekankan pentingnya representasi yang beragam dalam tata kelola universitas. Senat dapat berfungsi sebagai forum penting untuk dialog, pencarian fakta, dan pengembangan rekomendasi untuk menyelesaikan isu-isu saat ini dan mencegah konflik di masa depan.
Komposisi Senat, yang mencakup perwakilan fakultas, dan tanggung jawabnya yang mungkin dalam pengawasan akademik dan menasihati Rektor, menjadikannya badan yang alami untuk mengatasi tantangan tata kelola saat ini. Keterlibatannya dalam proses pemilihan rektor juga memberikannya kepentingan dalam memastikan bahwa universitas dipimpin secara efektif dan sesuai dengan nilai-nilai dan peraturannya. Keterlibatan representasi staf melalui Ketua Dewan Pegawai semakin memperkuat potensi Senat untuk bertindak sebagai badan netral dan representatif yang mampu memfasilitasi dialog konstruktif dan menemukan solusi yang mengatasi kekhawatiran seluruh komunitas universitas. Keterlibatan aktif Senat dalam situasi saat ini dapat menjadi krusial untuk memulihkan kepercayaan dan stabilitas di UKSW.
Untuk mengatasi isu-isu mendasar yang menyebabkan demonstrasi, tinjauan komprehensif terhadap Statuta 2016, dengan fokus khusus pada ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kewenangan Rektor dalam pengangkatan dekan dan ruang lingkup kekuasaan Rektor secara keseluruhan, mungkin diperlukan. Tinjauan ini harus bertujuan untuk memastikan keseimbangan kekuasaan yang lebih tepat antara administrasi universitas dan fakultas akademik, serta untuk menjamin masukan fakultas yang memadai dalam keputusan akademik dan administratif kunci.
Pembentukan prosedur yang jelas, terdefinisi dengan baik, dan transparan untuk pengangkatan, evaluasi, dan pemberhentian pimpinan dan staf fakultas, dengan kepatuhan yang ketat terhadap prinsip-prinsip fundamental proses hukum, sangat penting untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan keadilan di dalam universitas. Prosedur-prosedur ini harus dikomunikasikan secara luas dan diterapkan secara konsisten.
Peningkatan signifikan dalam saluran komunikasi antara administrasi universitas dan fakultas serta mahasiswa, dan secara aktif menumbuhkan budaya dialog terbuka, saling menghormati, dan mendengarkan secara aktif, sangat penting untuk membangun kembali kepercayaan dan mencegah kesalahpahaman dan konflik di masa depan.
Forum diskusi dan umpan balik reguler dapat diimplementasikan. Implementasi mekanisme formal untuk umpan balik reguler dan konsultasi yang berarti dengan komunitas akademik mengenai keputusan strategis, pengembangan kebijakan, dan tindakan administratif yang signifikan dapat membantu memastikan bahwa perspektif dan kekhawatiran fakultas dan mahasiswa diperhitungkan, sehingga mempromosikan lingkungan tata kelola yang lebih kolaboratif dan inklusif. Pertimbangan harus diberikan untuk meninjau kembali dan berpotensi memperkuat peran dan kewenangan Senat Fakultas dalam tata kelola akademik, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan dan evaluasi kepemimpinan fakultas. Pemberdayaan Senat Fakultas dapat meningkatkan otonomi fakultas dan berkontribusi pada proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis di tingkat fakultas.
Mengatasi keluhan spesifik yang diajukan oleh setiap fakultas, seperti isu-isu mendesak dengan fasilitas di Fakultas Teknologi Informasi dan kekhawatiran serius tentang proses hukum di Fakultas Hukum, adalah yang paling penting untuk menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan krisis saat ini.
Melakukan audit keuangan yang menyeluruh dan transparan, seperti yang secara eksplisit dituntut oleh Fakultas Teknologi Informasi, dapat menjadi langkah penting dalam mengatasi kekhawatiran tentang alokasi sumber daya dan menumbuhkan kepercayaan yang lebih besar dalam praktik pengelolaan keuangan universitas. Temuan audit ini harus dikomunikasikan secara terbuka kepada komunitas universitas. Secara aktif memfasilitasi dialog konstruktif dan mediasi yang tidak memihak antara administrasi universitas dan fakultas serta mahasiswa yang melakukan protes dapat memberikan jalur yang berharga untuk menemukan titik temu, mengembangkan solusi yang saling menguntungkan, dan memulai proses rekonsiliasi.
Mediator eksternal mungkin bermanfaat dalam proses ini. Menegaskan kembali komitmen mendalam universitas terhadap nilai-nilai intinya, termasuk keadilan, kebenaran, kasih, dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, dapat berfungsi sebagai langkah penting dalam memulihkan kepercayaan dan keyakinan di dalam komunitas akademik. Komitmen ini harus ditunjukkan melalui tindakan nyata dan kepatuhan yang konsisten terhadap nilai-nilai ini dalam semua operasi dan keputusan universitas.

Bagian 6: Kesimpulan
Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) memegang otoritas hukum tertinggi atas Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), termasuk kekuasaan penting untuk menyetujui statuta universitas dan menunjuk pemimpin tertingginya, Rektor. Hubungan hierarkis ini menggarisbawahi pengaruh signifikan yayasan terhadap tata kelola universitas. Temuan kunci adalah bahwa Statuta UKSW Tahun 2016 memperkenalkan pergeseran signifikan dalam struktur kewenangan dengan secara substansial meningkatkan kewenangan Rektor khususnya dalam penunjukan dekan. Perubahan ini sangat kontras dengan Statuta Tahun 2000, yang memberikan peran yang jauh lebih menonjol dalam proses ini kepada Senat Fakultas, menyoroti resentralisasi kekuasaan baru-baru ini. Demonstrasi yang terjadi pada Mei 2025 dipicu oleh perpaduan kompleks berbagai faktor. Ini termasuk keluhan yang sudah berlangsung lama mengenai fasilitas yang tidak memadai, terutama di Fakultas Teknologi Informasi; kekhawatiran serius mengenai kurangnya proses hukum dan transparansi dalam pergantian pimpinan, terutama di Fakultas Hukum; dan sentimen ketidakpuasan yang lebih luas terhadap gaya kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan administrasi universitas di berbagai fakultas, termasuk Fakultas Teologi.
Perubahan kewenangan Rektor di bawah Statuta 2016 tampaknya secara langsung relevan dengan pecahnya protes ini, terutama reaksi yang kuat dan segera dari Fakultas Hukum terhadap pemberhentian dekan mereka secara tiba-tiba, sebuah keputusan yang kini sepenuhnya berada di bawah wewenang Rektor. Bantahan rinci fakultas terhadap justifikasi Rektor semakin menggarisbawahi hubungan antara perubahan statuta dan konflik saat ini.
Tanggapan awal Rektor terhadap demonstrasi, yang berusaha membingkai perubahan kepemimpinan sebagai hal rutin dan bertujuan untuk meningkatkan kinerja, disambut dengan bantahan rinci dan tegas dari Fakultas Hukum. Pertukaran ini mengungkapkan adanya konflik perspektif yang signifikan dan erosi kepercayaan yang substansial antara administrasi universitas dan segmen kunci komunitas akademik.
Sifat demonstrasi baru-baru ini yang sangat publik dan keluhan mendalam yang diungkapkan oleh baik fakultas maupun mahasiswa di berbagai disiplin ilmu membawa potensi implikasi jangka panjang yang signifikan terhadap reputasi UKSW sebagai universitas Kristen terkemuka di Indonesia.
Publisitas negatif dan persepsi perselisihan internal dapat merusak kedudukannya di antara calon mahasiswa, alumni, dan komunitas akademik yang lebih luas. Kelanjutan konflik saat ini dan kegagalan mencapai resolusi yang berarti dapat berdampak serius pada moral dan produktivitas keseluruhan fakultas dan staf universitas.
Hal ini, pada gilirannya, dapat secara langsung mempengaruhi kualitas pendidikan dan penelitian yang ditawarkan oleh UKSW, yang berpotensi merusak kedudukan akademiknya. Penurunan kepercayaan yang signifikan antara administrasi universitas dan sivitas akademika dapat menciptakan hambatan substansial bagi kemampuan UKSW untuk secara efektif mengejar tujuan strategisnya dan mencapai visinya untuk menjadi Universitas Riset Kewirausahaan pada tahun 2027.
Lingkungan akademik yang bersatu dan mendukung sangat penting untuk upaya ambisius tersebut. Pada akhirnya, kegagalan untuk mengatasi akar permasalahan dari kerusuhan saat ini dan untuk menerapkan reformasi yang berarti dalam tata kelola dan komunikasi dapat menyebabkan ketidakstabilan lebih lanjut di dalam institusi dan secara progresif mengikis kedudukan UKSW dalam lanskap pendidikan tinggi Indonesia yang kompetitif, yang berpotensi mempengaruhi keberlanjutan jangka panjangnya.

Karya yang dikutip
- Universitas Kristen Satya Wacana – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Mei 7, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Kristen_Satya_Wacana
- Satya Wacana Christian University – Wikipedia, diakses Mei 7, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Satya_Wacana_Christian_University
- Sejarah – YPTKSW, diakses Mei 7, 2025, https://www.yptksw.org/sejarah/
- YPTKSW, diakses Mei 7, 2025, https://www.yptksw.org/
- Sejarah – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/sejarah/
- History of UKSW – Sejarah FTJE, diakses Mei 7, 2025, https://uksw-ftje.com/history-uksw/
- Pimpinan Kampus UKSW Salatiga Didemo Mahasiswa dan Dosen …, diakses Mei 7, 2025, https://beritajateng.id/berita/pimpinan-kampus-uksw-salatiga-didemo-mahasiswa-dan-dosen-ini-perkaranya/
- Makin Panas! Ribuan Mahasiswa dan Dosen UKSW Kembali Demo …, diakses Mei 7, 2025, https://www.soerakarta.id/edukasi/1611236387/makin-panas-ribuan-mahasiswa-dan-dosen-uksw-kembali-demo-begini-tanggapan-rektor
- UKSW Salatiga Demo Besar-besaran, Dekan FTI: Kampus …, diakses Mei 7, 2025, https://regional.kompas.com/read/2025/05/05/135007478/uksw-salatiga-demo-besar-besaran-dekan-fti-kampus-teknologi-tapi-internet
- Dosen dan Mahasiswa UKSW Salatiga Demonstrasi Besar-besaran …, diakses Mei 7, 2025, https://kupang.tribunnews.com/2025/05/05/dosen-dan-mahasiswa-uksw-salatiga-demonstrasi-besar-besaran
- UKSW Bergolak, Digoyang Demo Mahasiswa dan Dosen – Krjogja, diakses Mei 7, 2025, https://www.krjogja.com/jawa-tengah/1245968016/uksw-bergolak-digoyang-demo-mahasiswa-dan-dosen
- Kampus Memanas! Ribuan Mahasiswa dan Dosen FTI UKSW Demo …, diakses Mei 7, 2025, https://harian7.com/2025/05/kampus-memanas-ribuan-mahasiswa-dan-dosen-fti-uksw-demo-tuding-pimpinan-arogan-dan-fti-jadi-sapi-perah.html
- Duduk Perkara Aksi Demo di UKSW Salatiga, Mahasiswa dan …, diakses Mei 7, 2025, https://www.kompas.com/jawa-tengah/read/2025/05/05/140242188/duduk-perkara-aksi-demo-di-uksw-salatiga-mahasiswa-dan-dosen-tuntut
- Alasan di Balik Demo Mahasiswa UKSW dan Penjelasan Rektorat …, diakses Mei 7, 2025, https://regional.kompas.com/read/2025/05/06/055100178/alasan-di-balik-demo-mahasiswa-uksw-dan-penjelasan-rektorat?page=all
- Saat Mahasiswa, Dosen, dan Alumni Bersatu Melawan Rektor …, diakses Mei 7, 2025, https://regional.kompas.com/read/2025/05/06/051000178/saat-mahasiswa-dosen-dan-alumni-bersatu-melawan-rektor-uksw-salatiga?page=all
- Mahasiswa dan Dosen Fakultas Hukum UKSW Demo Tolak …, diakses Mei 7, 2025, https://www.soerakarta.id/berita/1611230635/mahasiswa-dan-dosen-fakultas-hukum-uksw-demo-tolak-pergantian-dekan-rektor-dituding-sewenang-wenang
- REKTOR AROGAN! Mahasiswa & Dosen ‘BERBAJU HITAM’ Demo …, diakses Mei 7, 2025, https://sulteng.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-2609303151/rektor-arogan-mahasiswa-dosen-berbaju-hitam-demo-rektor
- Mahasiswa dan Dosen FH UKSW Protes Pemberhentian Dekan …, diakses Mei 7, 2025, https://kantorberita.co.id/2025/05/02/mahasiswa-dan-dosen-fh-uksw-protes-pemberhentian-dekan-tuduh-rektorat-sewenang-wenang/
- UKSW Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Serentak … – Bratapos.com, diakses Mei 7, 2025, https://jateng.bratapos.com/read/uksw-bergolak-mahasiswa-dan-dosen-serentak-demo
- UKSW Membara! Tiga Fakultas Serempak Geruduk Kampus, Rektor …, diakses Mei 7, 2025, https://www.kalderanews.com/2025/05/05/uksw-membara-tiga-fakultas-serempak-geruduk-kampus-rektor-bungkam/
- UKSW Salatiga Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Demo Besar-besaran – Video, diakses Mei 7, 2025, https://video.kompas.com/watch/1844851/uksw-salatiga-bergolak-mahasiswa-dan-dosen-demo-besar-besaran?source=KOMPASCOM&position=video_watch_thumbnail_1
- Rektor UKSW Di Demo Dosen dan Mahasiswanya – inilahjateng.com, diakses Mei 7, 2025, https://inilahjateng.com/rektor-uksw-di-demo-dosen-dan-mahasiswanya/
- Viral Rektor UKSW Copot Dekan Fakultas Hukum Secara Tak Wajar: Hanya Karena Tak Satu Hati? – Radar Solo, diakses Mei 7, 2025, https://radarsolo.jawapos.com/nasional/845971845/viral-rektor-uksw-copot-dekan-fakultas-hukum-secara-tak-wajar-hanya-karena-tak-satu-hati
- Tanggapan Rektor UKSW Salatiga soal Didemo Mahasiswa dan Dosen, Sebut Kebebasan Berpendapat – Lingkarjateng.id, diakses Mei 7, 2025, https://lingkarjateng.id/2025/05/tanggapan-rektor-uksw-salatiga-soal-didemo-mahasiswa-dan-dosen-sebut-kebebasan-berpendapat/
- UKSW Salatiga Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Demo Besar-besaran – Video, diakses Mei 7, 2025, https://video.kompas.com/watch/1844851/uksw-salatiga-bergolak-mahasiswa-dan-dosen-demo-besar-besaran?source=KOMPASCOM&position=video_watch_paused_thumbnail_1
- Duduk Perkara Aksi Demo di UKSW Salatiga, Mahasiswa dan Dosen Tuntut Perubahan di Lingkungan Kampus Halaman all – Kompas.com, diakses Mei 7, 2025, https://www.kompas.com/jawa-tengah/read/2025/05/05/140242188/duduk-perkara-aksi-demo-di-uksw-salatiga-mahasiswa-dan-dosen-tuntut?page=all
- UKSW Salatiga Bergolak, Mahasiswa dan Dosen Demo Besar-besaran – YouTube, diakses Mei 7, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=Y2MfWBnDCG0
- Mengapa Mahasiswa dan Dosen UKSW Salatiga Demo Kampusnya Sendiri? Halaman all, diakses Mei 7, 2025, https://regional.kompas.com/read/2025/05/05/173600278/mengapa-mahasiswa-dan-dosen-uksw-salatiga-demo-kampusnya-sendiri?page=all
- 16.03.2023 – Kantor Yayasan – Struktur Dan Tuposki Dan Eselonisasi – Scribd, diakses Mei 7, 2025, https://id.scribd.com/document/786807561/16-03-2023-Kantor-Yayasan-Struktur-dan-Tuposki-dan-Eselonisasi
- Profil Pengurus – YPTKSW, diakses Mei 7, 2025, https://www.yptksw.org/profil-pengurus/
- Universitas Kristen Satya Wacana: Home, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/
- Sekolah Laboratorium – SMP Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://sekolahlab.sch.id/smp-lab/
- SEJARAH – SMA Kristen Laboratorium UKSW, diakses Mei 7, 2025, http://mysmaklab.weebly.com/sejarah.html
- Visi & Misi – Sekolah Laboratorium Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://sekolahlab.sch.id/visi-misi/
- SD Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.sdlabuksw.sch.id/
- SMA Kristen Satya Wacana Salatiga – Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7a), diakses Mei 7, 2025, https://smalab.sch.id/
- 249-Info Lowongan Guru TK, SD, SMP, SMA – 240902 – 110822 | PDF – Scribd, diakses Mei 7, 2025, https://www.scribd.com/document/770464700/20240829-249-Info-Lowongan-Guru-TK-SD-SMP-SMA-240902-110822
- Sekolah – LP3S | Salatiga, diakses Mei 7, 2025, https://lp3s.org/sekolah/69818920
- Penandatanganan MoU antara Universitas Dhyana Pura (Undhira) dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), diakses Mei 7, 2025, https://undhirabali.ac.id/penandatanganan-mou-antara-universitas-dhyana-pura-undhira-dengan-universitas-kristen-satya-wacana-uksw/
- Benchmarking Bersama Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://machung.ac.id/berita/benchmarking-bersama-universitas-kristen-satya-wacana/
- Universitas Kristen Satya Wacana Lakukan Studi Banding ke Maranatha Terkait Akreditasi Internasional, diakses Mei 7, 2025, https://spm.maranatha.edu/universitas-kristen-satya-wacana-lakukan-studi-banding-ke-maranatha-terkait-akreditasi-internasional/
- Universitas Kristen Satya Wacana Archives – Direktorat Kerja Sama – IPB University, diakses Mei 7, 2025, https://dks.ipb.ac.id/tag/universitas-kristen-satya-wacana/
- Pimpinan Direktorat – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/pimpinan-direktorat/
- Lembaga & Direktorat – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/direktorat/
- Visi Misi – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/visi-misi/
- Visi dan Misi Universitas Kristen Satya Wacana – UKSW, diakses Mei 7, 2025, https://p3mi.uksw.edu/pages/visi-dan-misi-universitas-kristen-satya-wacana
- Universitas Kristen Satya Wacana: Sejarah, Visi, dan Misi, diakses Mei 7, 2025, https://universitastanjungpinang.id/universitas-kristen-satya-wacana-sejarah-visi-dan-misi/
- Visi & Misi – YPTKSW, diakses Mei 7, 2025, https://www.yptksw.org/visimisi/
- Visi Misi Uksw | PDF | Agama & Spiritualitas – Scribd, diakses Mei 7, 2025, https://ro.scribd.com/doc/296846970/Visi-Misi-Uksw
- Visi Misi UKSW – Jehoshua Pratama – Prezi, diakses Mei 7, 2025, https://prezi.com/p/siqxaaipvo8h/visi-misi-uksw/
- Visi Dan Misi UKSW (Prof. John A. Titaley) | PDF – Scribd, diakses Mei 7, 2025, https://id.scribd.com/presentation/336073857/Visi-dan-Misi-UKSW-Prof-John-A-Titaley-ppt
- Penerapan Visi Misi UKSW: Filosofis, Teologis, Berbasis Historis dan Realitas – YouTube, diakses Mei 7, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=n3mw6jvjSx4
- Standar Mutu LPM UKSW, diakses Mei 7, 2025, https://lpm.uksw.edu/pages/dokumen-spmi-1
- UKSW | Sejarah DIK – Program Doktor Ilmu Komputer, diakses Mei 7, 2025, https://s3ilkom.uksw.edu/pages/sejarah-dik
- UKSW – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://p3mi.uksw.edu/public/upload/2021/10/19/USER7202110190854141.pdf
- FKIP PE Peta Jalan Penelitian dan PkM | PDF – Scribd, diakses Mei 7, 2025, https://id.scribd.com/document/848396064/FKIP-PE-Peta-Jalan-Penelitian-dan-PkM
- FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Jalan Diponegoro 52-60 – FTI UKSW, diakses Mei 7, 2025, http://sita.fti.uksw.edu/manual/SK_SITA.pdf
- SDG 08 : DECENT WORK AND ECONOMIC GROWTH – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/sdg-8-decent-work-and-economic-growth/
- admin, Author at Universitas Kristen Satya Wacana – Page 2 of 3, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/author/admin/page/2/
- Social Impact – Equality, Diversity and Inclusion Policy – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/peraturan-kepegawaian-pegawai-kependidikan-uksw/
- SDG 05 : GENDER QUALITY – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/sdg-5-gender-quality/
- SDGs Archives – Page 2 of 2 – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.ac.id/category/sdgs/page/2/
- Kewenangan Rektor UKSW Kebablasan | kumparan.com, diakses Mei 7, 2025, https://kumparan.com/atang-sukandar/kewenangan-rektor-uksw-kebablasan
- Statuta Tahun 2000 | LK FIK UKSW, diakses Mei 7, 2025, https://lkfik.wordpress.com/2011/01/31/statuta-tahun-2000/
- :tffl5’*””, diakses Mei 7, 2025, https://lpm.uksw.edu/public/upload/2021/02/04/USER420210204201305.pdf
- SDG 10 : REDUCED INEQUALITIES – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/sdg-10-reduced-inequalities/
- Kebijakan Archives – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://www.uksw.edu/category/kebijakan/
- Kemelut Universitas Kristen Satya Wacana -. Andreas Harsono, diakses Mei 7, 2025, http://www.andreasharsono.net/2002/12/kemelut-universitas-kristen-satya.html
- Lampiran 1 a. Kompetensi Lulusan Kompetensi lulusan Program Studi Bimbingan dan Konseling tercermin dalam kurikulum inti yang me – Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Mei 7, 2025, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/23512/7/T2_912014010_Lampiran.pdf
Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Sekretariat : Jl. Ir. H. Juanda No. 4 A Gambir Jakarta Pusat Hotline : 081282303839 Email : Sekretariat@pwgi.org