
Oleh : Dharma Leksana, S.Th. M.Si.
“Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!” (2 Korintus 10:12)
Ayat ini dari 2 Korintus mengingatkan kita tentang bahaya membandingkan diri dengan orang lain, terutama mereka yang suka memuji diri sendiri. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa tindakan seperti itu adalah kebodohan. Mengapa demikian? Karena ketika kita sibuk mengukur diri dengan standar buatan sendiri dan membandingkan diri dengan orang lain yang juga melakukan hal yang sama, kita terjebak dalam lingkaran kesombongan dan penilaian yang tidak objektif.
Ada sebuah ungkapan bijak yang sering kita dengar: “Pandai mengatakan, tapi tidak bisa menunjukkan. Lebih baik menunjukkan dengan tindakan, daripada hanya mengatakan dengan kata-kata.” Ungkapan ini sangat relevan dengan pesan dalam 2 Korintus 10:12. Kata-kata memang bisa indah dan meyakinkan, namun tanpa tindakan nyata, kata-kata tersebut hanyalah angin lalu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang yang fasih berbicara, pandai merangkai kata, dan mampu menyampaikan ide-ide yang brilian. Mereka bisa dengan mudah memukau orang lain dengan retorika mereka. Namun, ketika diminta untuk membuktikan kemampuan mereka melalui tindakan nyata, seringkali mereka gagal. Mereka pandai mengatakan, tetapi tidak mampu menunjukkan.
Sebaliknya, ada orang-orang yang mungkin tidak terlalu pandai berbicara, namun tindakan mereka berbicara lebih keras daripada kata-kata. Mereka bekerja keras, berdedikasi, dan menghasilkan karya nyata yang bermanfaat. Tindakan mereka adalah bukti nyata dari kemampuan dan integritas mereka.
Renungan ini mengingatkan kita bahwa kata-kata saja tidak cukup. Janji-janji manis, klaim-klaim hebat, dan pujian diri sendiri tidak akan berarti banyak jika tidak diiringi dengan tindakan yang nyata dan konkrit. Kemampuan dan kebenaran seseorang akan lebih terbukti melalui apa yang mereka lakukan, bukan hanya apa yang mereka katakan.
Lebih dalam lagi, ayat ini juga memberikan peringatan penting: “Jika kamu merasa bahwa diri kamu paling benar dan hebat dari semuanya, maka sebenarnya kamu sedang berada di dalam masalah yang besar.” Perasaan superioritas dan kebenaran diri yang berlebihan adalah jebakan yang berbahaya. Ketika kita merasa paling hebat, kita cenderung meremehkan orang lain, menutup diri dari kritik dan saran, dan berhenti untuk belajar dan berkembang. Kesombongan akan membutakan kita dari kekurangan diri sendiri dan menghalangi kita untuk mencapai potensi yang sebenarnya.
Oleh karena itu, mari kita renungkan kembali kehidupan kita. Apakah kita lebih banyak berbicara daripada bertindak? Apakah kita lebih suka memuji diri sendiri daripada membuktikan kemampuan kita melalui karya nyata? Apakah kita merasa diri paling benar dan hebat dari orang lain?
Jika jawabannya adalah ya, maka inilah saatnya untuk berbenah diri. Mari kita belajar untuk lebih rendah hati, lebih banyak bertindak, dan lebih sedikit berbicara. Biarlah tindakan kita yang menjadi bukti dari kemampuan dan kebenaran kita, bukan hanya kata-kata yang kosong. Ingatlah, kebenaran dan kehebatan sejati tidak diukur dari pujian diri sendiri atau perbandingan dengan orang lain, tetapi dari dampak positif yang kita berikan melalui tindakan nyata dalam kehidupan ini.
Semoga renungan ini dapat mengingatkan dan memberkati kita semua.
(Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia/ PWGI)