
Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Wartagereja.co.id – Jakarta, Dunia digital telah mengubah lanskap kehidupan manusia secara fundamental, termasuk cara kita berinteraksi dengan agama dan teks-teks suci. Istilah “cybertheology” atau teologi digital muncul sebagai disiplin ilmu yang mempelajari hubungan antara teknologi digital, internet, dan agama. Di tengah perkembangan pesat ini, pertanyaan mengenai bagaimana kita memahami dan menafsirkan teks-teks agama dalam lingkungan digital menjadi semakin penting. Inilah ranah di mana metodologi hermeneutika, atau ilmu penafsiran, berinteraksi secara unik dengan teologi digital.
Seperti yang diungkapkan beberapa sumber penelitian penulis, metodologi hermeneutika dalam konteks teologi digital (cybertheology) masih dalam tahap pengembangan. Namun, kita dapat memperoleh wawasan berharga dari para tokoh filsuf dan teolog yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap teori hermeneutika secara umum. Pemikiran mereka dapat menjadi landasan untuk mengembangkan pendekatan yang relevan dalam memahami agama di era digital.
Ulasan dari Beberapa Tokoh Berpengaruh:
- Friedrich Schleiermacher (1768-1834): Hermeneutika sebagai Seni Pemahaman Schleiermacher, sering disebut sebagai bapak hermeneutika modern, menekankan bahwa penafsiran yang benar harus berupaya memahami pikiran dan pengalaman penulis atau pembicara. Dalam konteks teologi digital, ini berarti kita perlu mempertimbangkan tidak hanya teks agama itu sendiri yang mungkin dipresentasikan dalam format digital, tetapi juga konteks digital di mana teks tersebut muncul, dibagikan, dan diinterpretasikan. Siapa yang membagikan? Dalam komunitas online mana? Dengan latar belakang digital dan teologis seperti apa? Memahami “psikologi” dan konteks digital “penulis” (dalam banyak kasus bisa berupa kolektif atau anonim) menjadi krusial.
- Hans-Georg Gadamer (1900-2002): Fusi Horizon dan Tradisi Digital Gadamer dengan konsep “fusi horizon”-nya menekankan bahwa penafsiran selalu melibatkan pertemuan antara horizon pemahaman pembaca atau pendengar dengan horizon teks atau tradisi. Dalam cybertheology, horizon kita sebagai interpreter sangat dipengaruhi oleh pengalaman kita dalam dunia digital, termasuk interaksi dengan media sosial, algoritma, dan komunitas online. Horizon tradisi agama juga mengalami transformasi dalam representasi digital. Bagaimana tradisi agama “direpresentasikan” dan “dialami” dalam ruang digital? Bagaimana “pra-pemahaman” kita yang terbentuk di dunia digital memengaruhi interpretasi teks agama? Gadamer mengingatkan kita bahwa penafsiran adalah proses dialogis yang terus berlangsung.
- Paul Ricoeur (1913-2005): Hermeneutika Kecurigaan dan Pemulihan dalam Ruang Siber Ricoeur menawarkan pendekatan hermeneutika yang kompleks, termasuk “hermeneutika kecurigaan” (mencurigai makna permukaan dan mencari makna tersembunyi) dan “hermeneutika pemulihan” (berusaha untuk menghidupkan kembali makna dan potensi teks). Dalam konteks cybertheology, hermeneutika kecurigaan sangat relevan dalam menganalisis konten keagamaan online yang mungkin dipengaruhi oleh agenda tertentu, disinformasi, atau kepentingan kelompok. Di sisi lain, hermeneutika pemulihan mendorong kita untuk mencari makna yang otentik dan membangun dalam teks-teks agama yang mungkin terdistorsi dalam presentasi digital. Bagaimana kita membedakan antara informasi agama yang valid dan yang menyesatkan di dunia maya? Bagaimana kita “memulihkan” makna teologis yang kaya dalam format digital yang seringkali dangkal?
- Mark Taylor (Lahir 1945): De(konstruksi) dan Topologi Ruang Siber Taylor, seorang pemikir kontemporer yang banyak bergelut dengan filsafat, teologi, dan teknologi, menawarkan perspektif yang sangat relevan untuk cybertheology. Ia menyoroti bagaimana ruang siber mendekomposisi batas-batas tradisional dan menciptakan topologi baru. Dalam konteks hermeneutika digital, ini berarti kita harus mempertimbangkan bagaimana teks-teks agama dibentuk dan diinterpretasikan dalam ruang yang cair, terfragmentasi, dan seringkali anonim. Konsep-konsep seperti identitas digital, komunitas virtual, dan interaktivitas yang unik di dunia maya memengaruhi cara kita memahami otoritas, tradisi, dan makna dalam konteks agama. Bagaimana interpretasi teks agama dipengaruhi oleh anonimitas dan interaktivitas dalam forum online atau media sosial?
Metodologi Hermeneutika dalam Konteks Cybertheology : Pendalaman
Berdasarkan pemikiran para tokoh di atas, metodologi hermeneutika dalam konteks teologi digital (cybertheology) dapat melibatkan langkah-langkah yang lebih mendalam sebagai berikut :
- Analisis Konteks Digital yang Berlapis: Tidak hanya memahami konteks historis dan sosial dari teks agama, tetapi juga menganalisis secara mendalam platform digital (media sosial, forum, website), algoritma yang mungkin memengaruhi visibilitas dan interpretasi, serta budaya dan etika digital yang berlaku.
- Mengartikulasikan Metafora Digital dalam Teks Agama: Mengidentifikasi bagaimana konsep dan metafora digital yang muncul dalam teks agama tradisional (misalnya, “jaringan” persaudaraan, “komunitas” orang beriman) berinteraksi dan bertransformasi dalam konteks digital. Apakah makna dari “komunitas online” sama dengan “jemaat” tradisional?
- Mengadopsi Teori Kritis yang Sensitif terhadap Teknologi: Menggunakan lensa teori kritis untuk mempertanyakan kekuasaan, ideologi, dan kepentingan yang mungkin tersembunyi di balik presentasi dan interpretasi agama dalam ruang digital. Ini termasuk memahami potensi bias algoritmik dan manipulasi informasi.
- Memetakan Diskursus Digital Keagamaan: Menganalisis bagaimana wacana keagamaan terbentuk, berkembang, dan diperdebatkan dalam forum online, media sosial, blog, dan platform digital lainnya. Siapa yang memiliki otoritas dalam diskursus ini? Bagaimana narasi dominan terbentuk?
- Mengintegrasikan Metode Hermeneutika Tradisional dengan Alat Digital: Menggunakan metode analisis linguistik, semiotik, naratif, dan struktural pada teks agama yang hadir dalam format digital, sambil memanfaatkan alat-alat digital untuk analisis teks, visualisasi data, dan pemetaan jaringan diskusi.
- Melakukan Refleksi Teologis yang Kontekstual: Merenungkan implikasi dari interpretasi dalam konteks digital terhadap pemahaman doktrin, etika, dan praktik agama. Apakah interpretasi di ruang digital memperkuat atau menantang pemahaman teologis tradisional?
- Mengembangkan Kerangka Hermeneutika Digital yang Inovatif: Mengingat sifat dinamis dan terus berubah dari teknologi digital, penting untuk terus mengembangkan metode dan kerangka kerja hermeneutika yang baru dan relevan untuk memahami agama di era ini. Ini mungkin melibatkan pemikiran tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) dan realitas virtual (VR/AR) akan memengaruhi interpretasi ke depan.

Tantangan dan Arah Pengembangan:
Sampai dengan saat ini dimana Penulis melakukan penelitian, metodologi hermeneutika dalam Teologi Digital (cybertheology) masih dalam tahap pengembangan. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:
- Sifat Fluid dan Cepat Berubah dari Teknologi: Metode yang relevan saat ini mungkin menjadi usang dalam waktu singkat karena perkembangan teknologi yang pesat.
- Pluralitas Interpretasi di Ruang Digital: Anonimitas dan sifat global internet dapat menghasilkan berbagai interpretasi yang terkadang saling bertentangan dan sulit diverifikasi.
- Potensi Disinformasi dan Manipulasi: Ruang digital rentan terhadap penyebaran berita palsu dan manipulasi informasi agama.
- Kurangnya Otoritas Terpusat: Berbeda dengan konteks keagamaan tradisional, otoritas interpretasi di ruang digital seringkali tersebar dan tidak jelas.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana hermeneutika dapat diterapkan secara efektif dalam konteks teologi digital. Ini melibatkan kolaborasi antara teolog, filsuf, ahli teknologi, dan ilmuwan sosial untuk mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif dan relevan.
Last but not least, Penulis ingin menarik kesimpulan sederhana bahwa Hermeneutika dalam konteks teologi digital adalah bidang yang dinamis dan menantang. Dengan memahami kontribusi dari para pemikir hermeneutika klasik dan kontemporer, serta dengan mengembangkan metodologi yang peka terhadap karakteristik unik ruang digital, kita dapat lebih baik menavigasi dan memahami makna agama di era digital ini. Upaya ini penting untuk memastikan bahwa interpretasi teks-teks suci di dunia maya tetap relevan, bertanggung jawab, dan berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang iman dan spiritualitas.
Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)