
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Wartagereja.co.id – Jakarta, Era digital telah mentransformasi lanskap komunikasi secara radikal, menghadirkan tantangan sekaligus peluang baru bagi berbagai institusi, termasuk gereja. Di tengah arus informasi yang deras dan seringkali simpang siur, peran jurnalisme yang akurat, etis, dan bertujuan menjadi semakin krusial.
Bagi komunitas gereja, jurnalisme tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai sarana pewartaan nilai-nilai iman, pemersatu umat, dan alat untuk berpartisipasi dalam diskursus publik – sebuah upaya yang dapat dipahami sebagai bagian dari “membangun Kerajaan Allah” di dunia. Untuk itu, diperlukan wartawan gereja yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga matang secara intelektual dan kokoh secara moral.
Dalam mencari fondasi filosofis bagi model pelatihan yang holistik ini, pemikiran Plato, salah satu filsuf terbesar Yunani Kuno, menawarkan perspektif yang menarik. Melalui karyanya yang monumental, “Republik”, Plato menguraikan visi tentang masyarakat ideal (polis) yang hanya dapat dicapai melalui sistem pendidikan yang cermat dan komprehensif. Plato meyakini bahwa pendidikan adalah kunci untuk membentuk warga negara yang bajik (virtuous) dan mampu menjalankan perannya demi kebaikan bersama.
Tulisan ini bertujuan untuk: (1) Menguraikan konsep kunci Plato mengenai pendidikan dan hubungannya dengan tatanan masyarakat ideal; (2) Menginterpretasikan dan menganalisis relevansi prinsip-prinsip pendidikan Plato tersebut bagi konteks pelatihan jurnalistik untuk wartawan gereja di era digital; (3) Menunjukkan bagaimana pemikiran Plato, meskipun sekuler, dapat diadaptasi untuk memperkaya kerangka kerja pelatihan yang bertujuan membekali wartawan gereja dalam misi jurnalistiknya di ruang digital demi pembangunan Kerajaan Allah.
Pemikiran Plato tentang Pendidikan dan Masyarakat Ideal dalam “Republik”
Inti dari filsafat politik Plato dalam “Republik” adalah pencarian akan keadilan (dikaiosune), baik pada level individu maupun negara (polis). Plato berargumen bahwa negara yang adil adalah negara yang harmonis, di mana setiap elemen masyarakat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan kapasitas dan kebajikannya. Untuk mencapai tatanan ideal ini, Plato merancang sistem pendidikan yang sangat terstruktur dan bertujuan (Plato, 1997; Plato, 2000).
Bagi Plato, pendidikan bukanlah sekadar transfer pengetahuan, melainkan proses pembentukan jiwa (soul formation). Tujuannya adalah mengarahkan jiwa dari kegelapan ketidaktahuan menuju terang pengetahuan sejati, yakni pemahaman tentang Bentuk-Bentuk (Forms), dengan puncaknya pada Bentuk Kebaikan (Form of the Good). Pendidikan ini mencakup beberapa aspek fundamental:
- Pengembangan Intelektual: Fokus utama pendidikan Plato adalah pengembangan kapasitas rasional. Melalui studi matematika, astronomi, harmoni, dan puncaknya dialektika (seni berdialog filosofis), calon pemimpin (Raja Filsuf atau Guardian) dilatih untuk berpikir kritis, logis, dan abstrak, sehingga mampu memahami kebenaran fundamental yang melandasi realitas. Ini adalah pencarian akan kebenaran (aletheia) yang esensial bagi kepemimpinan yang bijak.
- Pengembangan Moral: Pendidikan Plato sangat menekankan pembentukan karakter dan penanaman kebajikan (arete), seperti kebijaksanaan (sophia), keberanian (andreia), pengendalian diri (sophrosune), dan keadilan (dikaiosune). Melalui cerita, musik, dan teladan yang benar, jiwa dibentuk agar mencintai apa yang baik dan membenci apa yang buruk. Moralitas bukanlah pilihan personal semata, melainkan fondasi bagi tatanan sosial yang stabil.
- Pengembangan Fisik: Plato tidak mengabaikan aspek fisik. Pendidikan jasmani (gymnastike) dianggap penting untuk kesehatan, disiplin, dan keberanian, terutama bagi kelas prajurit (Auxiliaries). Keseimbangan antara pendidikan musik (untuk kelembutan jiwa) dan gimnastik (untuk kekuatan) sangat ditekankan.
- Peran Generasi Muda: Plato memberikan perhatian khusus pada pendidikan generasi muda. Ia percaya bahwa masa muda adalah periode krusial untuk menanamkan nilai-nilai dan membentuk karakter yang akan menentukan masa depan negara. Sistem pendidikan dirancang secara bertahap, mengidentifikasi bakat dan mengarahkan individu ke peran sosial yang paling sesuai dengan kodratnya.
Secara keseluruhan, pendidikan Platonik bertujuan menciptakan warga negara yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudi luhur dan siap mengabdi pada kebaikan bersama (common good) demi terwujudnya masyarakat yang adil dan harmonis.
Interpretasi dan Relevansi bagi Pelatihan Jurnalistik Wartawan Gereja di Era Digital
Meskipun Plato tidak berbicara dalam konteks Kristen atau era digital, prinsip-prinsip dasar pendidikannya memiliki relevansi interpretatif yang signifikan bagi pelatihan wartawan gereja saat ini.
Upaya “membangun Kerajaan Allah” melalui jurnalisme di era digital dapat dipandang sebagai penciptaan sebuah “komunitas ideal” dalam konteks iman, yang membutuhkan para “pekerja” (jurnalis) yang terdidik secara holistik.
Berikut adalah beberapa titik relevansi:
- Pendidikan sebagai Fondasi Komunitas Iman (Analog dengan Polis Ideal): Sebagaimana Plato melihat pendidikan sebagai kunci negara ideal, pelatihan jurnalistik yang komprehensif adalah fondasi bagi wartawan gereja untuk membangun komunitas iman yang terinformasi, terhubung, dan terinspirasi di ruang digital. Jurnalisme menjadi alat pedagogis untuk menyebarkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
- Pengembangan Intelektual: Mencari Kebenaran dalam Iman dan Fakta: Penekanan Plato pada dialektika dan pencarian kebenaran (Form of the Good) dapat diterjemahkan bagi wartawan gereja sebagai:
- Kecerdasan Teologis: Pemahaman yang mendalam tentang ajaran iman Kristen sebagai lensa untuk melihat dan menginterpretasi dunia.
- Keterampilan Berpikir Kritis: Kemampuan menganalisis informasi secara kritis di era digital yang penuh disinformasi, hoaks, dan bias, serta membedakan antara fakta, opini, dan klaim iman.
- Penguasaan Teknik Jurnalistik: Penerapan metode jurnalistik (riset, wawancara, verifikasi, penulisan) secara profesional untuk mengungkap dan menyajikan kebenaran secara akurat dan bertanggung jawab.
- Pengembangan Moral: Integritas dan Etika Jurnalistik Kristiani: Penekanan Plato pada kebajikan (arete) sangat relevan. Bagi wartawan gereja, ini berarti:
- Integritas Pribadi: Menjalankan profesi dengan kejujuran, keadilan, kasih, dan keberanian moral, menolak godaan sensasionalisme atau keberpihakan yang tidak etis.
- Etika Profesi Berbasis Iman: Mengintegrasikan prinsip etika jurnalistik universal dengan nilai-nilai etika Kristen (misalnya, martabat manusia, keadilan sosial, rekonsiliasi, harapan).
- Tanggung Jawab Digital: Menggunakan platform digital secara bijaksana, menghindari penyebaran kebencian, fitnah, atau polarisasi, serta mempromosikan dialog yang konstruktif. Tujuannya bukan demi popularitas pribadi, melainkan pelayanan kebenaran dan komunitas.
- Pengembangan “Fisik”: Penguasaan Keterampilan Digital: Analogi dari gimnastik Plato adalah kesiapan dan kecakapan teknis di era digital. Wartawan gereja perlu:
- Literasi dan Keterampilan Digital: Menguasai berbagai platform (media sosial, website, podcast, video), alat produksi konten multimedia, dasar-dasar analisis data, dan SEO (Search Engine Optimization) untuk memastikan pesan menjangkau audiens yang dituju secara efektif.
- Adaptabilitas Teknologi: Kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan teknologi komunikasi yang cepat.
- Fokus pada Generasi Muda: Sejalan dengan Plato, pelatihan jurnalistik gereja perlu memberikan perhatian khusus untuk membekali generasi muda Kristen dengan keterampilan dan pemahaman etis agar mereka dapat menjadi agen pewartaan yang efektif dan bertanggung jawab di ruang digital masa depan.
Penting untuk diakui bahwa adopsi pemikiran Plato tidak bisa dilakukan secara mentah-mentah. Konsep negara ideal Plato bersifat hierarkis dan elitis, yang mungkin bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan pelayanan dalam Kekristenan. Selain itu, tantangan spesifik era digital seperti kecepatan informasi, anonimitas, dan algoritma media sosial membutuhkan pertimbangan etis dan teknis yang melampaui kerangka Plato. Oleh karena itu, relevansi Plato terletak pada prinsip-prinsip dasar filosofisnya tentang tujuan pendidikan, bukan pada detail sistemnya.
Last but not least, Pemikiran Plato tentang pendidikan sebagai proses holistik pembentukan intelektual, moral, dan kesiapan praktis demi terwujudnya masyarakat ideal, menawarkan kerangka kerja filosofis yang kaya dan relevan bagi pengembangan pelatihan jurnalistik untuk wartawan gereja di era digital.
Dengan menginterpretasikan penekanan Plato pada pencarian kebenaran, penanaman kebajikan, penguasaan keterampilan (“fisik” digital), dan pembinaan generasi muda, lembaga gereja dapat merancang program pelatihan yang lebih mendalam dan bertujuan.
Pelatihan semacam ini tidak hanya akan menghasilkan jurnalis yang kompeten secara teknis, tetapi juga matang secara spiritual dan etis, siap menggunakan media digital sebagai alat yang efektif dan bertanggung jawab untuk memberitakan kabar baik dan berkontribusi pada pembangunan Kerajaan Allah di tengah kompleksitas dunia modern. (Dh.L./Red.)
Daftar Pustaka
- Plato. (1997). The Republic. (J. L. Davies & D. J. Vaughan, Trans.). Wordsworth Editions.
- Plato. (2000). The Republic. (B. Jowett, Trans.). Modern Library.